Abrasi Nilai Kasundaan Tengah Terjadi

- 10 Desember 2020, 11:24 WIB
ADEGAN ‘Sanghyang Awi’ karya Ayo Sunaryo berceritakan tentang nilai-nilai filosofi tanaman bambu bagi suku Sunda yang mulai ditinggalkan dipentaskan di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat beberapa waktu lalu.
ADEGAN ‘Sanghyang Awi’ karya Ayo Sunaryo berceritakan tentang nilai-nilai filosofi tanaman bambu bagi suku Sunda yang mulai ditinggalkan dipentaskan di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat beberapa waktu lalu. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Tatanan nilai Kasundaan dimasyarakat Sunda sudah mulai berangsung ditinggalkan. Filosofi awi sebagai penanda manusia mulai dari lahir hingga kematian sudah tidak ada lagi.

“Ada banyak masyarakat yang saat ini menggunakan iket, baju pangsi atau kampret warna hitam dan penanda Kasundaan lainnya. Tapi semua itu baru sebatas pamantes atau asesoris untuk menunjukan bahwa dirinya urang Sunda, namun dalam tatanan kehidupan keseharian seperti someah hade kasemah, silih asah silih asih silih asuh dan ungkapan maupun pepatah sudah semakin dilupakan, bahkan ditinggalkan,” ujar Mas Nana Munajat, dalam dialog budaya yang digelar di Thee Huis Galery Taman Budaya Jawa Barat, dalam rangkaian Program Unggulan UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat ‘Sanghyang Awi’ karya Ayo Sunaryo, beberapa waktu lalu.

Kondisi yang terjadi saat ini dikalangan masyarakat Sunda menurut Nana Munajat, tidak hanya terjadi pada masyarakat yang tinggal diperkotaan saja, tetapi juga sudah ke pelosok. “Derasnya arus informasi membuat masyarakat mudah terpancing informasi yang belum tentu kebenarannya, karenanya didaerah sekalipun saat ini masyarakat mudah menaruh curiga, hingga ungkapan penuh arti ataupun filosofi someah hade kasemah, nyaris sudah tidak ada lagi,” ujar Nana Munajat.

Baca Juga: Kedatangan Vaksin Bertahap

Baca Juga: Saat Ini, Lakukan 3M, 3T, dan Vaksinasi

Sementara Kepala Seksi Atraksi Seni Budaya UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, Iwan Gunawan mengungkapkan dalam kaitannya dengan filosofi awi atau bambu, masyarakat Sunda sudah mulai meninggalkan.

“Padahal peradaban masyarakat Sunda tidak terlepas dari bambu sampai ada ungkapan ti iwung (pucuk bambu) sampai padung (nisan), yang memiliki arti dari kehidupan sampai kematian,” ujar Iwan.

Bahkan menurut Iwan, ada ungkapan bahwa awi atau bambu, adalah singkatan dari wedal ingsung yang artinya asal kejadian manusia. Ungkapan ini memiliki arti sangat dalam bahwa pengajaran akan asal mula kehidupan, dari mana kita berasal dan akan kembali ke mana.

Baca Juga: Drama Korea Extracurricular, Bisnis Ilegal Seorang Siswa SMA

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x