Jalanan Perkebunan Malabar yang semula biasanya hanya di lewati oleh warga setempat dan siswa yang hendak bersekolah mendadak ramai dengan kedatangan pengunjung dari berbagai daerah dengan tujuan untuk mengunjungi destinasi wisata “Teh Jangkung”.
Pembangunan infrastruktur yang menunjang kebutuhan para pelancong pun di galakan, seperti warung-warung kecil, tempat duduk, toilet, tempat parkir hingga loket untuk menjual karcis masuk yang di bandrol 15 ribu perorangnya.Sesuai dengan trend saat ini, pengunjung menggunakan lahan Teh Jangkung untuk menggerai tikar dan mengadakan piknik dengan suasana vintage, berkumpul dan berfoto. Akan tetapi, sebagian besar pengunjung tidak tahu menahu mengenai apa sebenarnya tempat yang di sebut Teh Jangkung ini.
Dalam sesi wawancara dengan Bapak Ujang (50) selaku koordinator pengelola tempat wisata Teh Jangkung, di sebutkan bahwa Teh jangkung adalah teh dengan bentuk dan jenis yang pertama ditanam oleh Bosscha pada tahun 1896 pada saat ia membangun perkebunan teh Malabar. Meskipun telah berusia ratusan tahun, tanaman teh tersebut tetap berdiri kokoh di lahan seluas 1 hektar.
Namun bila mengutip dari jurnal hasil penelitian Karel Albert Rudolf Bosscha, berjudul ‘Proefstation voor thee No. XXXVII: Bemestingsproeven genomen te Malabar II. Departement van Landbouw Nijverheid en Handel yang didapat dari website delpher.id disebutkan bahwa jenis teh yang dikembangkan di Perkebunan Malabar adalah teh Assam yang didatangkan dari India.
Tanaman teh yang pertama kali datang ke tanah Pangalengan ditanam di kawasan yang sekarang menjadi Objek Wisata Teh Jangkung untuk selanjutnya dirawat hingga mampu menghasilkan bibit berupa biji ataupun batang untuk penanaman teh generasi selanjutnya.
Baca Juga: Keindahan Kawasan Wisata Gunung Wayang Windu Panenjoan Pangalengan Bandung
Sembari menunggu tanaman teh jangkung tumbuh, Karel Albert Rudolf Bosscha, membangun segala fasilitas yang diperlukan oleh perkebunan, mulai dari pembukaan lahan, pembangunan pabrik, pembangunan kampung-kampung dengan setiap rumah penduduk yang berupa barak hingga penelitian-penelitian untuk menunjang keberlangsungan perkebunan.
Selanjutnya Karel Albert Rudolf Bosscha, mulai menanam teh generasi selanjutnya hingga perkebunan mulai bisa memproduksi teh dengan jumlah yang cukup banyak dan harga yang stabil di pasaran. Pada tahun-tahun berikutnya Karel Albert Rudolf Bosscha, dijuluki sebagai raja teh hitam karena kualitas teh yang di hasilkan oleh Perkebunan Malabar.
Karel Albert Rudolf Bosscha, melakukan penelitian terkait pemupukan, fermentasi hingga pengorganisasian perkebunan. Tetapi, meskipun Karel Albert Rudolf Bosscha, banyak melakukan penelitian dan perluasan lahan perkebunan, tanaman Teh Jangkung tidak pernah di ubah maupun dihancurkan, dibiarkan tetap tumbuh sebagai varietas pertama di perkebunan.