Seren Taun, Nampa Taun, Mapag Taun Kasepuhan Girijaya Cidahu-Sukabumi

- 11 Oktober 2023, 00:22 WIB
Masyarakat adat Kasepuhan Girijaya di Cidahu Kabupaten Sukabumi tengah mempersiapkan ikatan padi untuk acara Seren Taun atau Sedekah Bumi yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Muharram berdasar penanggalan Islam.
Masyarakat adat Kasepuhan Girijaya di Cidahu Kabupaten Sukabumi tengah mempersiapkan ikatan padi untuk acara Seren Taun atau Sedekah Bumi yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Muharram berdasar penanggalan Islam. /Portal Bandung Timur/yustialaras mayangsari/

Prosesi Seren Taun dan Mapag Taun pada tanggal 1 Muhanrram  atau disebut juga Sedekah Bumi bertujuan syukuran kepada Allah SWT, dan juga pada leluhur Kampung Adat Kasepuhan Girijaya.   Sebagai wujud bakti kami selama satu tahun telah diberikan rezeki yang begitu melimpah dan kami kembalikan lagi syukuranya kepada Allah SWT. 

“Dan mengapa cara sedekahnya dilakukan diluar rumah? Karena memang tujuannya bakti kepada ibu bumi sebagai sarana bumi yang telah menjungjung bukti. Jika tidak ada bumi, manusia tidak akan pernah bisa hidup di alam dunia ini, dan kami sebagai komunitas adat Kaseupuhan Girijaya mengutamakan itu sebagai syari’at yang hakikatnya kepada Allah SWT,” ungkap Mardi atau lebih akrab dengan sapaan Akang  salah seorang pengurus di Kasepuhan Girijaya.

Di acara Seren Taun biasanya ditutup tradisi tulak bala. “Tulak bala adalah suatu proses yang begitu sakral bagi kami, karena apa? Disitu ada penguburan dari mulai kepala kambing, kepala kerbau atau hewan yang berkaki empat. Itu merupakan aturan dari leluhur,” ujar Mardi.

Baca Juga: Seren Taun 1956 Saka Sunda Warga Adat Kampung Cireundeu Cimahi Berlangsung Meriah

Kemudian semua hasil usaha disisihkan untuk dikubur, hasil usaha mulai dari uang, sembako atau hasil panen. Itu semua dilakukan sebagi rasa wujud bakti terhadap ibu bumi yang telah memberikan semuanya, mulai dari rezeki, kenikmatan dan kesehatan jasmani dan rohani, utamanya yaitu mengembalikan bala di empat malahab, yaitu di kulon, wetan, kidul, kaler, atas dan bawah.

Menurut Mardi sampai sekarang tradisi budaya dalam prihal adat istiadat yang ada di padepokan ini masih sangat terjaga dan setiap acara berlangsung dengan sangat hikmat. Antusias dari masyarakat setempat sangat mendukung.

Pengunjung yang datang dari luar daerah pun terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan pada bulan Mulud pada Rabiul Awal lazim disebut dengan Muludan atau Maulid Nabi Muhammad SAW di Kasepuhan Girijaya ini juga dalam peringatinya selalu dilangsungkan berbagai acara gelaran budaya dan ritual bernuansa religi.

Sejak zaman dulu pagelaran budaya tersebut dilaksanakan secara bersama-sama, sampai saat ini rutin dilakasanakan agar tradisi tersebut tidak luntur oleh waktu dan tidak punah oleh jaman. “Sejak saat Raden Neneng dituakan di lingkungan keluarganya, tepatnya tahun 1987 mengingat ayahnya Raden Dadang wafat, Raden  Neneng Ru'yat menghuni Bumi Ageung (Rumah adat) dan menambah kalimat Padepokan Girijaya hingga saat ini,” terang Mardi.

Hal senada dituturkan Andy, putra bungsu Raden Neneng Ru'yat, bahwa acara ritual maupun budaya peninggalan leluhur di padepokan Girijaya termasuk benda pusakanya terus dilestarikan. Dengan harapan mendapat ridho Allah SWT, dan didukung oleh semua pihak serta berupaya menumbuh kembangkan ikatan tali silaturahmi keluarga besar Padepokan Girijaya dalam kerangka NKRI yang berlandaskan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila 'Nyukcruk galur mapay tapak lacak'.

Baca Juga: Seren Taun, Air Sumber Kehidupan

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah