Legenda Sampek Engtay Dalam Kemasan Dramatari Legong Bali

- 8 Oktober 2020, 23:13 WIB
/Heriyanto Retno

PORTAL BANDUNG TIMUR - Jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, bersama Bengkel Tari Ayu Bulan-Bandung didukung Harmony Chinese Music Group dan Nan Hua Dance Group, sempat menampilkan pegelaran Dramatari Legong Bali, “Sampek-Engtay”.

Menyaksikan pegelaran drama dalam bentuk tarian berakar dari tradisi yang digelar di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya, sangat langka terjadi dan dilakukan komunitas. Apalagi dengan mereka yang terlibat menangani pegelaran dengan arahan penata tari, Ni Made Suartini serta tata artistik dan dramaturgi Wawan Sofwan, kisah percintaan “Sampek-Engtay” dalam kemasan Dramatari Legong Bali, menjadi suguhan sangat menarik.

Dramatari Legong “Sampek-Engtay” digelar dalam rangkaian Dua Dasawarsa Yayasan Jaringan Relawan Independen (Yayasan JaRI). Pegelaran juga menjadi bagian dari penggalangan dana yayasan yang bergerang dalam bidang pencegahan dan pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca Juga: Leuweung Arcamanik; Model Hutan Konservasi Kawasan Bandung Utara Berbasis Kearifan Lokal Sunda

Dalam pegelaran yang berduarasi 1 jam lebih, sejak awal penonton sudah disuguhi hidangan tarian Bali “Rejang Dewa” dari sang maestro Bulantrisna Djelantik, pendiri Bengkel Tari Ayu Bulan. Gerakan gemulai tubuh, nyelendo, ngelinkas, niltil dan lainnya dengan gerakan jemari tangan nyelaring, girah dan nredeh, berpadu dengan dedeling dan manis carengu gerakan mata, memaksa penonton untuk menghadiahi Bulantrisna Djelantik dengan tepuk tangan riuh.

Penonton dibuat takjub dengan gerakan gemulai para penari. Seperti saat lima penari melakukan gerakan mengibas selendang putih yang membentang diudara.

Dengan gerakan mata dedeling dan manis carengu, kelima penari terus memainkan selendang yang menjadi bilik saat Entay melakukan penyamaran sebagai seorang pria. Berlanjut dengan tarian berceritakan pertemuan Entay dengan Sampek di kota Anciu dengan gerakan agem, tandang, dan tangkep yang merupakan gerakan tarian khas legog, digambarkan ketertarikan Engtay pada Sampek.

Baca Juga: Dampak COVID-19, Penerimaan CPNS 2021 Belum Pasti

Tidak hanya saat perjumpaan di Anciu, ketertarikan Entay pada Sampek juga digambarkan saat harus satu kamar. Karena belum pernah tidur berbarengan dengan seorang pria membuat Entay tidak dapat tidur lelap, bahkan yang terjadi malah pandanganya terus tertuju pada Sampek yang tertidur.

Cerita “Sampek-Entay” sendiri merupakan cerita yang melegenda dari tanah Negeri Tanah Tengah atau Tiongkok sekitar 1500 tahun lalu. Menyebar keseluruh daratan Asia, tidak terkecuali ke Indonesia dan pulau Bali yang mengangkatnya dalam bentuk Legong Bali atau dramatari dalam bentuk tarian legong (tari klasik) diiringi gamelan tabuh dan juga guguritan.

Pada tahun 1920, Legong Sampek Engtay begitu sangat popular di masyarakat Pulau Dewata tersebut. Bahkan saking sarat dengan ornamen tradisi khas Bali, Legong Sampek Engtay menjadi bagian dari legenda dan mitos di Bali.

Baca Juga: Kekuatan Warga Keturunan Asia Turut Menentukan Presiden Amerika Serikat 2020

Kisah roman dalam bentuk Legong Bali bercerita tentang wanita muda bernama Engtay. Untuk memenuhi keinginannya bersekolah di Kota Anciu (sekolah khusus untuk laki-laki), dirinya harus menyamar sebagai laki-laki.

Dalam alunan gamelan tabuh Bali, diceritakan pertemuan hingga rasa ketertarikan Entay pada Sampek teman satu asrama. Rasa Bali yang kental juga sangat terasa saat Engtay mengetahui dirinya sudah dijodohkan dengan Machun saudagar kaya raya, tabuh Bali mengiringi dengan sangat keras bergemuruh.

Untuk memenuhi hasrat cintanya pada Sampek, keduanya memutuskan untuk kabur. Namun hasrat tersebut tidak terwujud hingga Engtay menyesali hidupnya hingga menemui ajal dan Sampek yang tahu akan hal tersebut juga memilih untuk mengikuti Engtay kekasihnya.

Baca Juga: Pembangunan RSUD Dr Soedarso Diapresiasi Sekjen Kementerian Kesehatan

Dalam cerita, digambarkan kedua pasangan kekasih tersebut berubah menjadi sepasang kupu-kupu putih. Demikian pula halnya diakhir dramatari Legong Sampek-Engtay, tarian legong kupu-kupu menjadi penutup cerita Sampek Engtay. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x