Analisis Hukum Dibalik Sebuah Video Porno Pribadi

20 November 2020, 16:43 WIB
Ilustrasi membuat film. /Pixabay/OpenClipArt-Vectors/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Banyak orang di dunia maya bertanya-tanya, mengapa korban penyebaran video porno atau yang membuatnya untuk kepentingan pribadi ditangkap dan dipidanakan.

Bukankah seharusnya korban ditolong dan diberikan bantuan hukum? Bukankah korban sudah cukup mendapat malu?

Ya, berbagai komentar dilayangkan seputar hal ini dan hal tersebut tentunya bukan tanpa sebab. Namun sudah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.

Baca Juga: Tips Menjadi Smart Buyer di Market Place

Baca Juga: Tips Membedakan Ponsel Resmi dan Bukan

Perlu dicatat. Yang dimaksud korban dalam video porno adalah orang yang tidak tahu menahu dirinya dijadikan konten video porno atau tidak menyetujui hal tersebut dan didasari oleh paksaan.

Maka untuk disebut korban video porno, orang tersebut harus memenuhi salah satu unsur tersebut dan harus dapat membuktikannya. Apabila orang tersebut tidak bisa membuktikannya maka orang itu merupakan seorang komplotan dari tindak pidana tersebut.

Hal ini sendiri sudah diatur pada Pasal 56 KUHP ayat (1) Dihukum orang yang membantu melakukan kejahatan: Barang siapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu. “Oleh karena itu aktor, aktris, dan siapapun yang membantu pembuatan video porno tersebut bisa dikenai pidana apabila terbukti bersalah.”

Baca Juga: Seven Knight 2 Telah Rilis di Korea

Baca Juga: Wakil Bupati Kuningan Lepas Angkatan Pertama Program 3 in 1

Selain itu diatur juga pada pasal 8, UU nomor 44 tahun 2008 mengenai pornografi. “Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.”

Dan bagi orang tersebut akan dikenakan sanksi yang diatur dalam Pasal 34 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi. 

“Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

Baca Juga: Diciptakan, Kampung Tematik Sukatani

Baca Juga: Tunjukan Surat Rekomendasi Puskesmas, Wisma Makara UI Siap Tampung Pasien Covid-19

Kedua dari point di atas sudah jelas bahwa yang membuat konten pornografi baik itu untuk penggunaan pribadi atau untuk disebarluaskan adalah merupakan tindak pelanggaran terhadap UU nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi pasal 4 ayat (1).

 “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.”

Dan apabila terbukti maka pelaku akan dikenai Pasal 29 UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, yaitu: “Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”

Baca Juga: Presiden Menghimbau Pemerintah Menggunakan Produk UMKM

Baca Juga: Warga Binaan Lapas Tuban Nobar Debat Publik Paslon Bupati dan Wakil

Maka dari analisis di atas kita mengetahui bahwa korban penyebaran belum tentu korban. Bisa jadi penyebaran tersebut malah menjadi bukti yang memberatkan pembuat, objek dan model atas tindak pidananya tersebut. (Mfahmi)***

Editor: Agus Safari

Tags

Terkini

Terpopuler