Tinjauan Geo-Historis Kaulinan Tradisional Kota Bandung

- 25 November 2020, 15:00 WIB
PERMAINAN tradisional bebedilan dengan bahan bambu dan peluru dari buah-buahan atau biji-bijian mampu menciptakan anak berimajinasi dan mengasah kreatifitas.
PERMAINAN tradisional bebedilan dengan bahan bambu dan peluru dari buah-buahan atau biji-bijian mampu menciptakan anak berimajinasi dan mengasah kreatifitas. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

Sangat tepat, jika Komunitas Hong yang berkedudukan di bukit Pakar Utara Ciburial Cimenyan Kabupaten Bandung menjadi barometer atau representasi pusat kaulinan yang bersifat halus, karena geo-historis kebudayaannya mendukung.

 

Ketiga, Ex-Situ Hyang (Bekas Danau Bandung Purba)

Formasi geografis dataran tanah aluvial endapan Danau Bandung Purba berupa genangan air rawa dan sawah yang kemudian pada fase berikutnya mengering menjadi lahan perkotaan. Secara toponomi, di zona ini banyak dijumpai nama tempat menggunakan istilah ci, ranca dan sawah.

Maka kebudayaan dasarnya pun menunjukan gejala transformasi budaya sawah ke budaya perkotaan modern. Dalam historis Tatar Ukur, disebutkan wilayah ini menjadi lumbung padi dan markas pasukan Mataram untuk menyerang VOC di Batavia.

Baca Juga: Sepanjang Pagi dan Malam Bandung Cerah Berawan

Banyak permainan rakyat yang diiringi nyanyian kritik terhadap penjajah seperti ayang-ayang gung sebagai pembuka permainan tradisional.

Kota-kota modern pusat pengorganisasian sumber daya pertanian pun berkembang pesat seperti halnya Kota Bandung tahun 1810 yang pada awalnya distimulasi oleh kolonial stad. Transformasi Kebudayaan pun cenderung sejalan dengan fase perkembangan kota yaitu tradisional-kolonial (1810-1900), tuid atas gemeente Bandung (1900-1945) dan kota kontemporer (pasca kemerdekaan).

Banyak permainan yang juga berkembang dari pengaruh adaptasi permainan tradisional dengan permainan masyarakat eropa  seperti permainan zondaag maandag (bahasa Belanda) berawal dari permainan anak-anak Inggris,  dalam bahasa setempat menjadi sudah manda, sonlah atau engklek. (Igun Weishaguna/penulis, Ketua Komunitas Wallagri)***

 

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x