PORTAL BANDUNG TIMUR - Konsep Bourdieu (1989) yang terkenal adalah habitus. Habitus dipahami sebagai struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan dengan dunia sosial. Orang dibekali dengan serangkaian skema terinternalisasi yang mereka gunakan untuk mempersepsi, memahami, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosial.
Melalui skema inilah orang menghasilkan praktik mereka, mempersepsi dan mengevaluasinya. Secara dialektika, habitus adalah “produk dari internalisasi struktur” dunia sosial. Bourdieu mengajak orang punya keinginan untuk memperkenalkan kembali praktik agen, kemampuan penemuan dan improvisasinya (Ritzer, 2008:581.)
Kutipan tersebut hanya untuk menguatkan argumentasi saya di dalam mendudukan seorang seniman angklung Udjo Ngalagena yang fenomenal pada zamannya. Udjo telah menjadi agen perubahan (agent of change) di dalam dunia angklung pa Daeng.
Baca Juga: Tradisi Irung-irung dalam Retrospeksi
Di mulai tahun 1955, pada konferensi Asia Afrika atas prakarsa Presiden Soekarno, angklung pa Daeng Sutigna ditampilkan sangat memukau dan komunikatif. Semua peserta konferensi kagum dan tentunya presiden Soekarno bangga atas hadirnya Angklung pa Daeng Sutigna ini. Sejarah telah mencatatknya tentang bangkitnya kreativitas seorang Daeng Sutigna dan sejumlah murid-muridnya.
Perkembangan selanjutnya, salah satu murid pa Daeng Sutigna yang bernama Udjo mencoba menjalankan proses pewarisan dengan gayanya sendiri, yakni membuat sebuah tempat kreasinya dalam angklung pa Daeng. Udjo membuat angklung dan menjualnya, memiliki sebidang kecil tanah di daerah jalan setapak menuju ke desa Cimenyan waktu itu.
Di mana akhirnya jalan setapak itu dia beri nama sebagai jalan Padasuka. Kini jalan itu identik dengan kawasan ramai karena menjadi tujuan wisata yakni Saung Angklung Udjo.
Baca Juga: Hak Cipta Karya Foto
Udjo telah menjadi agen perubahan dalam dunia angklung pa Daeng. Jalur yang dipilihnya adalah jalur ekonomi kreatif yang disadarinya dan dijalankan bersama keluarganya. Tentu tidak tiba-tiba tetapi berproses, mulai dari lingkungan kecil keluarga, kemudian tetangga, menciptakan modal sosial dan modal budaya, maka akhirnya munculah Saung Angklung Udjo menjadi bagian dari dinamika dunia pariwisata kota Bandung, Indonesia dan dunia.