PORTAL BANDUNG TIMUR – Pada Kamis 15 Oktober 2020 baru lalu, Padepokan Kalang Kemuning menggelar Upacara Irung-irung di Kampung Kancah, Desa Cihideung, Kecamamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, untuk yang kesepuluh kalinya dalam sepuluh tahun tanpa jeda.
Mata air yang semula terbengkalai di lahan kosong menjadi punya makna di tengah lingkungan dan konteks yang telah mengalami perubahan nilai-nilai sosial-budaya. Revitalisasi bersumber pada tradisi nyalametkeun solokan yang mengakar pada alam budaya petani Sunda padi sawah di Cihideung.
Gelombang perubahan sosial-budaya terjadi akibat sistem ekonomi tradisional petani yang subsisten dan perdagangan komoditi terbatas berubah ke agrobisnis.
Baca Juga: 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Thailand
Jenis kerja berkembang dalam berbagai keahlian (pembibitan tanaman hias dan bunga, pertamanan, dekorator pelaminan, perangkai bunga paket dan karangan bunga ucapan, dan lain-lain). Orientasi warga yang semula kental tradisi ritual air perlahan sirna.
Pembangunan vila, hotel, kafé, restoran, dan real estate mengubah wajah masyarakat desa tak lagi homogen. Semua ini dampak dari penyusutan lahan persawahan padi terdominasi komoditi pertanian sayur-mayur dan tanaman hias selama rentang 1980-an.
Memasuki tahun 1990-an, komoditi tanaman hias dan bunga (florikultura) semakin dominan menepis pamor sayur-mayur. Investasi dalam bentuk tanah menggeser ‘tuan rumah’ sekadar ‘tamu’ di rumah sendiri.
Baca Juga: Waspada Terhadap Bahaya Provokasi Lewat Sosial Media
Retrospeksi Napak Tilas