Mengejar Layangan Putus di Pematang Sawah, Antara Kesenangan Tantangan dan Kepuasan

17 Juni 2023, 10:02 WIB
Area tanah pesawahan di Dusun Cibenda RT 03 RW 04 Desa Cikahuripan Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, masih jadi tempat favorit untuk bermain. /Portal Bandung Timur/Fikri Abdul Muiz/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Layang-Layang, sebuah mainan sederhana, terbuat dari selembar kertas yang berbentuk ketupat. Ikatan benang dengan berbagai julukan seperti gedeg, anteng, lingas, dan lainnya di kerangka bambu menambah ciri khas dari setiap wujudnya.

Permainan tradisional layangan yang membutuhkan hembusan angin di ketinggian itu tentu sudah jarang ditemukan di daerah perkotaan dengan seribu pencakar langit yang mendulang tinggi. Rapatnya setiap bangunan dan menjalarnya telepon genggam di kota menggantikan permainan layangan.

Suatu sore di sebuah kampung kecil, Dusun Cibenda RT 03 RW 04 Desa Cikahuripan Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, sang surya menampakkan diri dengan sangat indah. Sorotan hangatnya dengan pemandangan alam yang hijau bagaikan zamrud khatulistiwa memanjakan mata.

Baca Juga: Bi Ian Mengecap Manisnya Buah Strawberry Khas Ciwideuy

Tak heran bila sebagian orang enggan untuk tidak menikmati nya. Bermain layangan dengan hamparan sawah yang masih asri menjadi salah satu alternatif para anak-anak dalam mengisi waktu bermainnya. Mereka menempati posisi nya masing-masing untuk mendapatkan hembusan angin yang stabil ketika memenangkannya. Sebagian lain melihat dan menunggu layangan itu putus.

Agni, seorang bocah kecil yang mengaku sudah sekitar satu minggu terakhir hampir setiap sore berada di lahan sawah milik warga sekitar. Kegemarannya hanya sekadar memburu layangan putus untuk meluapkan kepuasan.

Ia bersama beberapa orang anak sebayanya terlihat sangat bersemangat pada sore itu. Dengan tangan kosong ia sangat yakin bisa pulang tidak dengan tangan berisi.

Baca Juga: Pak Deki, Batik Pemdulum dan Filosofi Hidup

“Saya suka memburu layangan yang putus, selain gratis, rasa greget pun muncul ketika berlari mengejar layangan itu, tapi saya yakin akan mendapatkan layangan itu minimal satu lah,” obrol Agni.

Sehari ia bisa mengumpulkan tiga sampai empat layangan untuk di simpan atau di jual kembali kepada orang lain. Ia menawarkan tiga layangan dengan harga dua ribu rupiah.

Meskipun jarang ada yang membelinya, ia tidak berhenti untuk mengejar dan mengumpulkan layangan itu. Karena intinya adalah kepuasan saat berlari mengejar layangan putus, apalagi bila berhasil mendapatkannya.

Sambil memantau beberapa layangan yang sedang beradu di langit, ia sesekali menggerakan kepalanya ke kiri dan kanan untuk mempersiapkan jalur mana yang harus dilewati ketika akan berlari. Karena jika ia terperosok ke dalam sawah bisa berbahaya. Kondisi jalan di sawah yang sempit ditambah lagi dengan usia padi yang sedang masa pertumbuhan membuatnya cukup waspada.

Baca Juga: Bah Amuy, Minuman Orson dan Gerobak Kecil Sumber Kehidupannya

Tak jarang layangan jatuh tepat ke tengah sawah dan banyak anak kecil yang menerobos sampai sawah rusak. Hal itu seringkali membuat marah para pemilik ladang tersebut. Sumpah serapah keluar dari mulutnya ketika melihat sawah miliknya diinjak-injak oleh seorang anak.

Bukan hanya itu, benang bekas kusut pun sering memenuhi sepanjang akses ke sawah itu yang menambah kemarahan sang pemilik. Hal itu membuat Agni tidak berani mengejar layangan putus yang jatuh ke tengah sawah meskipun jarak ia berdiri dekat.

Tidak berselang lama, terlihat ada satu layangan yang bergerak melambai-lambai di udara. Salah seorang temannya yang berada tidak jauh di sampingnya berteriak sambil kegirangan “Kalah euy, bul umbul umbul umbul,”.

Mengejar layangan putus berlari diantara pematang sawah menjadi tantangan kesenangan dan kepuasan tersendiri bagi anak-anak di Dusun Cibenda RT 03 RW 04 Desa Cikahuripan Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang.
Terlihat beberapa anak di depannya berlari menjauh dari arah layangan itu putus dengan teriakan “Berat Batu!!! Berat Batu!!! Berat Batu!!!,” dengan harapan layangan itu berat seperti batu, tidak melayang-layang terbawa angin di udara.

Agni mulai berlari ke arah belakangnya untuk ikut mengejar untuk mendapatkannya. Sambil terangah-angah, karena tidak jarang terperosok ke tepian sawah yang basah sehingga membuat kaki nya berlumuran lumpur.

Namun ia terus berusaha bangkit lagi sampai mendekati posisi layangan itu tepat akan jatuh. Ia melihat benang warna hijau melambai di tengah-tengah para temannya yang sedang memperebutkan layangan tersebut.

Tak pikir lama ia pun melompat ke tengah mereka sambil berteriak “Heup euy,” dalam kepalan tangan nya sudah ada benang itu. Layangan pun ia bawa dengan muka tersenyum.

Di atas langit masih ada dua buah layangan yang masih terbang. Namun Agni memutuskan untuk pulang ke rumah menutup sore hari nya dengan ditandai langit yang mulai gelap, mentari yang semakin redup cahaya nya, dan rekaman pengajian di mesjid. Ia pun pulang dengan penuh rasa puas.(Fikri Abdul Muiz)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler