Terhimpit Pembangunan Industri Modern, Pemuda Desa Terus Motori Kesadaran Bertani Masyarakat Bojong Majalaya

- 5 April 2023, 19:09 WIB
Rahmat Hidayat dan Dedi Oded menunjukan hasil panen padi diatas lahan miliknya, dengan latarbelakang bangunan pabrik di Desa Bojong dan Desa Mekar Pawitan Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung, Rabu 5 April 2023.
Rahmat Hidayat dan Dedi Oded menunjukan hasil panen padi diatas lahan miliknya, dengan latarbelakang bangunan pabrik di Desa Bojong dan Desa Mekar Pawitan Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung, Rabu 5 April 2023. / Foto: Portal Bandung Timur/Ari Prianto Teguh./

PORTAL BANDUNG TIMUR - Luas lahan pertanian semakin terhimpit oleh maraknya pembangunan industri modern, fasilitas bisnis dan pemukiman warga di Desa Bojong, Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung dan sekitarnya.

Dalam keadaan itu, pemuda Desa Bojong, Rahmat Hidayat atau suka di sapa Mang Obet, tetap bertahan melakukan kegiatan bertani, khususnya bertani tanaman padi di atas lahan pemberian orang tuanya.

Ditemui Portal Bandung Timur, disela-sela aktivitas panen padi, Rabu 5 April 2023, Rahmat Hidayat selaku Ketua Karang Taruna Desa Bojong, mengatakan bahwa dirinya bersyukur masih bisa melakukan tradisi bercocok tanam berupa padi diatas lahan milik pemberian orang tuanya yang sudah meninggal.

Baca Juga: Rabu Dinihari Polisi Israel Kembali Lakukan Penyerangan terhadap Jemaah di Dalam Masjid Al Aqsa

"Bangunan industri dan fasilitas pusat-pusat bisnis semakin banyak berdiri di wilayah Majalaya, khususnya wilayah tempat kami tinggal di Desa Bojong dan sekitarnya. Bangunan-bangunan industri tersebut menempati tanah sekitar pemukiman warga. Dulunya, tanah-tanah dibawah bangunan industri itu termasuk lahan-lahan produktif pertanian", kata Rahmat Hidayat.

Dalam ketepurukan  ekonomi warga, pada kurun waktu terakhir ini, menurut Rahmat Hidayat, dirinya kerap menyaksikan banyak sekali lahan-lahan pertanian terus beralih fungsi menjadi kawasan industri dan bisnis modern.

"Belum lama lahan sawah sebelah sana, persis lahan milik sanak saudara, lepas terjual" kata Rahmat Hidayat sambil menunjuk ke arah lahan, tak jauh dari lokasi lahan milik dirinya bercocok tanam yang kini sudah berdiri bangunan pabrik.

Rahmat Hidayat ditemani istri, Tati Maryati dan seorang buruh tani, Dedi Oded, menuturkan kesedihan diri dan keluarganya. Pasalnya, selain karena tidak bisa lagi panen padi bersama orang tuanya karena sudah meninggal, Rahmat Hidayat mendapati lahan pertanian milik keluarga dan saudara-saudaranya terus menyempit.

Baca Juga: Cuti Bersama Lebaran, Ada Potensi Pemudik Cenderung Perpanjang Masa Liburan

"Di atas lahan warisan orang tua ini, kami coba terus pertahankan, baik dari hal tradisi bertani maupun adat budaya saat bercocok tanamnya" kata Rahmat Hidayat.

Sementara itu, Tati Maryati mengaku, ada kekhawatiran dirinya tidak mampu mempertahankan warisan orang tuanya dalam hal bercocok tanam karena kerasnya desakan keadaan.

Ketika masa panen tiba, Yati Maryati kerap meneteskan air mata, terharu dengan keadaan serta situasi lingkungan.

"Masih beruntung kami mendapatkan sejumlah pengetahuan dari orang tua kami dalam hal mengolah lahan dan bercocok tanam padi. Lahan peninggalan ini sampai sekarang masih produktif kami garap, dibantu beberapa orang buruh tani dari kelompok tani Bunter di wilayah Bojong dan Mekar Pawitan", kata Yati Maryati.

Keberadaan buruh tani bagi Yati Maryati, sangat membantu keberlangsungan tradisi bertani di Majalaya. Walaupun, penghasilan para buruh tani itu relatif kecil jika dibandingkan jerih payahnya serta angka sejumlah kebutuhan penopang kehidupan mereka sehari-hari.

Baca Juga: Alhamdulillah, Ruas Jalan Raya Bandung Garut Diperbaiki

"Banyak diantaranya buruh tani itu adalah janda-janda tua. Mereka masih tekun dalam melaksanakan proses penanaman padi sesuai tradisi menanam, dari awal masa tanam hingga panen", kata Yati Maryati.

Upah buruh tani, Kata Rahmat Hidayat, masing-masing berbeda besarannya, diantaranya sebasar lima puluh ribu Rupiah untuk buruh perempuan dan enam puluh ribu rupiah untuk buruh laki-laki.

"Upah mereka terima untuk satu hari kerja dari pagi sampai siang hari atau istilahnya disebut "sabedug". Jenis pekerjaanya yaitu buruh harian lepas. Para buruh tani bertugas sesuai porsi dan pembagian tugasnya dalam tahapan bercocok tanam", kata Rahmat Hidayat menambahkan.

Dari pantauan Portal Bandung Timur dilapangan, panen padi di wilayah Bojong dan Mekar Pawitan dilaksanakan secara serentak. Jenis padinya sendiri berupa padi dari varietas Ciherang dan Midun serta janis varietas lainnya.

Proses tanam padi dikawasan itu terbilang lancar terutama karena lahan pertanian ditopang oleh adanya aliran irigasi dari sungai Ranggalah dan Sungai Cempaka.

Air sungai mengalir sepanjang tahun, mengairi lahan sawah petani berjumlah puluhan hektar. Keberadaan air irigasi ke lahan-lahan sawah, dimanfaatkan para petani untuk berternak ikan bersama dengan proses tanam padi atau disebut mina padi.

Usia padi saat dipanen sekitar 100 hari. Dalam setahun, petani berhasil melakukan panen sebanyak dua kali. Khusus kapasitas hasil panen diatas lahan milik Rahmat Hidayat, seluas 160 tumbak, menghasilkan 30 "tanggungan" padi basah. Satu tanggungan padi itu beratnya mencapai 50 kilogram.

Keberhasilan proses tanam padi tersebut didukung pula oleh keadaan lingkungan kondusif, seperti adanya petugas ronda rutin setiap malam sekiter lahan oleh anggota Kelompok Tani Bunter, ketersediaan alat produksi pertanian bersama serta kesadaran penuh dan tanggung jawab moril para buruh tani dalam menjaga setiap proses tanam padi tersebut.

Suplai pupuk terhitung lancar meski sekali-kali petani menemui kelangkaan juga.  Setiap hasil panen padi, petani menjualnya sebagian, sementara dari sisa padi terjual, dimanfaatkan untuk memenuhi konsumsi harian keluarga dan dijadikan benih untuk proses tanam berikutnya. (Ari Prianto Teguh)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x