Perkebunan Teh Malabar, Tentang Sejarah dan Keindahan Alamnya

- 30 September 2023, 22:32 WIB
Rerimbunan tanaman teh yang merupakan cikal bakat bibit teh berusia ratusan tahun yang dikembangkan Bosscha di Pangalengan kini menjadi lokasi yang sangat esotik.
Rerimbunan tanaman teh yang merupakan cikal bakat bibit teh berusia ratusan tahun yang dikembangkan Bosscha di Pangalengan kini menjadi lokasi yang sangat esotik. /Portal Bandung Timur/Amila Sholeha /

PORTAL BANDUNG TIMUR – Bercerita tentang Pangalengan pasti yang tergambar adalah hamparan pohon tah yang bak permadani hijau. Juga udaranya yang sejuk, bahkan terasa dingin bila berkunjung pada pagi hari maupun menjelang malam hari.

Belakangan ini disaat produksi teh mengalami penurunan akibat kualitas daun teh yang mulai menurun, berbagai upaya dilakukan oleh pihak pengelola perkebunan teh di wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung atau Perkebunan Teh Malabar yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Saat ini ada banyak lokasi yang dijadikan objek wisata di kawasan Perkembunan Teh Pangalengan seiring dengan maraknya wisata alam maupun hidden gem serta kuliner. Salah satunya bila kita melewati jalan ke arah Nimo Highland, sisi kiri ke arah villa Bosscha, terlihat deratan pohon teh yang tinggi-tinggi.

 Itulah cikal bakal teh di tanah Priangan. Ratusan tahun usianya, karena pohon teh itu bibit pertama yang ditanam Boscha di Perkebunan Malabar sebagai seorang juragan teh di pegunungan Sunda.

Baca Juga: Indah Harjono Turut Jaga Teh Kertasari Karena Kecintaan pada Lingkungan

Kejayaannya mungkin telah berlalu, tetapi kisahnya tak lekang oleh waktu. Itulah kata yang bisa digunakan untuk menggambarkan situasi Perkebunan Teh Malabar saat ini. Pernah terombang-ambing sepeninggal Tuan Bosscha, berpindah tangan beberapa kali setelah itu, hingga berada di bawah kekuasaan Jepang yang menyebabkan produksi teh dan kesejahteraan buruh setempat berada di titik yang sangat rendah karena kurangnya pengelolaan dan akhirnya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.

Bahkan di usianya yang menginjak 127 tahun, Perkebunan Malabar tetap kokoh berdiri serta nama sang pendiri tetap di ingat hingga kini termasuk dengan segala peninggalannya yang masih bertahan dan setia menjadi saksi dari tahun ke tahun perjalanan Perkebunan ini.

Jalanan Perkebunan Malabar yang semula biasanya hanya di lewati oleh warga setempat dan siswa yang hendak bersekolah mendadak ramai dengan kedatangan pengunjung dari berbagai daerah dengan tujuan untuk mengunjungi destinasi wisata “Teh Jangkung”. Pembangunan infrastruktur yang menunjang kebutuhan para pelancong pun di galakan, seperti warung-warung kecil, tempat duduk, toilet, tempat parkir hingga loket untuk menjual karcis masuk yang di bandrol 15 ribu perorangnya.

Sesuai dengan trend saat ini, pengunjung menggunakan lahan Teh Jangkung untuk menggerai tikar dan mengadakan piknik dengan suasana vintage, berkumpul dan berfoto. Akan tetapi, sebagian besar pengunjung tidak tahu menahu mengenai apa sebenarnya tempat yang di sebut Teh Jangkung ini.

Baca Juga: Rumah Bosscha di Pangalengan Kalah Tenar dari Observatorium di Lembang

Dalam sesi wawancara dengan Bapak Ujang (50) selaku koordinator pengelola tempat wisata Teh Jangkung, di sebutkan bahwa Teh jangkung adalah teh dengan bentuk dan jenis yang pertama ditanam oleh Bosscha pada tahun 1896 pada saat ia membangun perkebunan teh Malabar. Meskipun telah berusia ratusan tahun, tanaman teh tersebut tetap berdiri kokoh di lahan seluas 1 hektar.

“Jenis tanaman teh yang ada di perkebunan Malabar saat ini merupakan pengembangan dari Teh jangkung yang dibentuk menjadi bonsai (lebih pendek) supaya mudah dipanen. Penanaman tanaman saat ini tidak menggunakan batang, tetapi menggunakan biji supaya tanaman cepat tumbuh, tetapi dalam hal kualitas produksi dan lama tanaman teh cenderung berkurang” ujar pak Ujang (50) menambahkan.

Jika melihat tulisan Bosscha dalam hasil penelitiannya yang berjudul Proefstation voor thee No. XXXVII: Bemestingsproeven  genomen te Malabar II. Departement van Landbouw Nijverheid en Handel  yang didapat dari website delpher.id  disebutkan bahwa jenis teh yang dikembangkan di Perkebunan Malabar adalah teh Assam yang didatangkan dari India. Tanaman teh yang pertama kali datang ke tanah Pangalengan ditanam di kawasan yang sekarang menjadi Objek Wisata Teh Jangkung untuk selanjutnya dirawat hingga mampu menghasilkan bibit berupa biji ataupun batang untuk penanaman teh generasi selanjutnya.

Papohonan teh yang sudah berusia lebih dari 120 tahun yang di bawa Boscha untuk pembibitan di perkebunan Malabar Pangalengan.
Papohonan teh yang sudah berusia lebih dari 120 tahun yang di bawa Boscha untuk pembibitan di perkebunan Malabar Pangalengan.
Sembari menunggu tanaman teh jangkung tumbuh, Bosscha membangun segala fasilitas yang diperlukan oleh perkebunan, mulai dari pembukaan lahan, pembangunan pabrik, pembangunan kampung-kampung dengan setiap rumah penduduk yang berupa barak hingga penelitian-penelitian untuk menunjang keberlangsungan perkebunan.

Selanjutnya Bosscha kemudian mulai menanam teh generasi selanjutnya hingga perkebunan mulai bisa memproduksi teh dengan jumlah yang cukup banyak dan harga yang stabil di pasaran. Pada tahun-tahun berikutnya Bosscha dijuluki sebagai raja teh hitam karena kualitas teh yang di hasilkan oleh Perkebunan Malabar, Bosscha melakukan penelitian terkait pemupukan, fermentasi hingga pengorganisasian perkebunan.

Tetapi, meskipun Bosscha banyak melakukan penelitian dan perluasan lahan perkebunan, tanaman Teh Jangkung tidak pernah di ubah maupun dihancurkan, dibiarkan tetap tumbuh sebagai varietas pertama di perkebunan.

Sepeninggal Bosscha perkebunan Malabar jatuh ke tangan keluarga juragan teh priangan dan sempat berada di bawah pemerintahan Jepang yang telah membawa kemunduran yang cukup signifikan, tahun 1951 tatkala pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi seluruh industri asing, perkebunan Malabar menjadi milik pemerintah dan resmi berada dibawah kepemimpinan pemerintah.

Pergantian pengelolaan perkebunan tak pernah mengubah posisi Teh Jangkung hingga saat ini. Teh Jangkung tetap berdiri tanpa tersentuh oleh masyarakat luas, menjadi saksi bisu setiap hal yang dialami oleh perkebunan hingga sejak tahun 2019 tatkala Pangalengan banyak diincar oleh wisatawan berbagai daerah, ada beberapa upaya untuk menjadikan Teh Jangkung sebagai tempat wisata oleh masyarakat setempat.

Pengelolaan oleh masyarakat setempat tidak berjalan dengan maksimal karena kurangnya dana, fasilitas hingga praktek pungli yang berlangsung, Pak Ujang (50) menyebutkan bahwa sejak tahun 2021 pihak Agrowisata yang berada dibawah PTPN VIII banyak melakukan pengamatan terhadap beberapa tinggalan sejarah maupun objek wisata yang ada di wilayah Perkebunan Malabar termasuk Makam dan rumah Bosscha yang telah lebih awal dikelola. Pada tahun tersebut pengelolaan Teh jangkung dipegang oleh pihak agro dan pembangunan fasilitas dilakukan.

 Pada awalnya Teh Jangkung tidak terlalu banyak dikunjungi, hingga sejak akhir 2022 seorang seleb tiktok memviralkan suasana Teh Jangkung dan sejak saat itu pengunjung banyak datang. Dan sejak saat itulah Teh Jangkung memiliki dua peran, yakni sebagai sebuah situs sejarah peninggalan sang Jurangan Teh, Tuan Bosscha dan sebagai objek wisata alam Pangalengan yang tentunya masih eksis hingga saat ini. tetapi, apakah gempuran wisatawan akan menjamin kebersihan lingkungan serta perlindungan terhadap Teh Jangkung sebagai situs sejarah? (Amila Sholeha)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x