UU 8 Tahun 2016 Perubahan Paradigma Penyandang Disabilitas

- 24 November 2020, 11:00 WIB
TANGKAPAN layar suasana Webinar bertajuk ‘Aksesibilitas dalam Layanan Publik dan Transportasi dalam Mewujudkan Kesetaraan Hak Penyandang Disabilitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Layanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas’.
TANGKAPAN layar suasana Webinar bertajuk ‘Aksesibilitas dalam Layanan Publik dan Transportasi dalam Mewujudkan Kesetaraan Hak Penyandang Disabilitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Layanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas’. /Humas/Rahmat/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Penyandang Disabilitas tidak lagi dipandang sebagai objek yang perlu diberikan bantuan (charity-based). Penyandang Disabilitas dipandang sebagai subjek yang diberikan jaminan terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi manusia (human rights-based).

Disampaikan Staf Khusus Presiden (SKP) Angkie Yudistia melalui sambutan tertulisnya pada webinar bertajuk ‘Aksesibilitas dalam Layanan Publik dan Transportasi dalam Mewujudkan Kesetaraan Hak Penyandang Disabilitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Layanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas’, yang diselenggarakan Senin  23 November 2020 di Jakarta.

Dalam sambutannya Angkie Yudistia, menegaskan pemerintah berkomitmen melaksanakan mandat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Baca Juga: Ini, Lima Terobosan Seleksi Guru PPPK

Baca Juga: Di Garut , Imam Besar dan Imam Masjid Akan Dapat Gaji

Hal ini menandai perubahan paradigma Penyandang Disabilitas, tidak lagi dipandang sebagai objek yang perlu diberikan bantuan (charity-based) namun sebagai subjek yang diberikan jaminan terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi manusia (human rights-based).

“Pemerintah berkomitmen melaksanakan mandat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam pasal 18, 19, dan 20 dijelaskan bahwa penyandang disabilitas berhak mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik, akomodasi yang layak dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik, dan hak perlindungan dari bencana,” ujar Angkie Yudistia.

Dikatakan Angkie Yudistia, pasal 18, 19, dan 20 diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas.

Baca Juga: 30.730 Kartu Tani Telah Disalurkan Pemkab Bandung

Baca Juga: Ada Keindahan Tersembunyi Di Banjaran Kabupaten Bandung

Menurut Angkie Yudistia, rincian bukan hanya di PP 42 Tahun 2020. Pemerintah juga telah menerbitkan sejumlah aturan turunan sebagai pelaksanaan mandat UU 8 Tahun 2016 itu.

”Hingga hari ini, telah ada 6 PP dan 2 Perpres (Peraturan Perpres) turunan UU Nomor 8 Tahun 2016 yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo. Hal inisebagai bentuk tindak lanjut dan implementasi amanat undang-undang dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas,” jelas Angkie Yudistia, .

Dikatakan Angkie Yudistia, salah satu aturan turunan yang diterbitkan adalah Perpres Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan Marrakesh Treaty. Hal ini bagian dari bentuk pemenuhan asas aksesibilitas atas ciptaan yang dipublikasi bagi penyandang disabilitas netra, gangguan penglihatan, atau disabilitas dalam membaca karya cetak.

Baca Juga: Kesempatan, Guru Honorer Jadi PPPK

Baca Juga: Ruwatan Bumi, Menjaga Alam Melalui Tradisi

Dengan disahkannya berbagai PP dan perpres terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas tersebut, menurut Angkie Yudistia, implementasi di tingkat masyarakat dapat berjalan semestinya sebagaimana diamanatkan dan diatur oleh undang-undang.

”Peran dan sinergi semua pemangku kepentingan sangat dibutuhkan, kementerian/lembaga, perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, organisasi, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya bersifat saling mendukung satu sama lain sehingga terwujudnya pembangunan inklusif disabilitas yang optimal, menuju Indonesia Maju Indonesia Inklusi,” jelas Angkie Yudistia.

Diakhir sambuta Angkie Yudistia menegaskan bahwa  saat ini disabilitas dipandang sebagai isu multisektor, tidak hanya terkait sektor sosial saja namun juga berkaitan dengan sektor lainnya. Semisal, disektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, transportasi, tenaga kerja, peradilan, dan komunikasi, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.

Baca Juga: Aneh, Perhatian Pemerintah Jawa Barat Pada Temuan Arkeolog

Baca Juga: Belajar Dari Pengalaman, Klopp Ogah Belanja pada Bursa Transfer Januari

Webinar bertajuk “Aksesibilitas dalam Layanan Publik dan Transportasi dalam Mewujudkan Kesetaraan Hak Penyandang Disabilitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Pemukiman, Layanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas”, diselenggarakan Staf Khusus Presiden (SKP).

Menghadirkan empat narasumber, yaitu Staf Khusus Menteri Perhubungan Adita Irawati, Direktur Layanan dan Pengembangan Usaha dan Teknologi Informasi Garuda Indonesia Ade R. Susardi, Ketua PPDIDKI Jakarta Leindert Hermeinadi, dan Nissi Taruli (mahasiswi arsitektur Universitas Bina Nusantara). (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno

Sumber: setkab.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x