PORTAL BANDUNG TIMUR - Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah menetapkan sanksi administratif berupa pencabut sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Terhadap ke enam industri farmasi Badan POM juga pencabutan seluruh izin edar produk sirup obat.
Hal tersebut termuat dalam surat penjelasan Badan POM RI, nomor HM.01.1.2.12.22.188 tertanggal 22 Desember 2022 tentang Tidak Lanjut Investigasi dan Pengawasan Badan POM terhadap sirup obat yang tidak memenuhi syarat pada 6 industri farmasi.
Sehubungan dengan hasil investigasi lebih lanjut terkait temuan sirup obat yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), BPOM menyampaikan informasi sebagai berikut:
Baca Juga: Ada 49 Ribu Formasi PPPK di Kemenag, Masih Ada Kesempatan hingga 6 Januari 2023
1.Hasil investigasi dan intensifikasi pengawasan BPOM melalui perluasan sampling, pengujian sampel produk sirup obat dan bahan tambahan yang digunakan, serta pemeriksaan lebih lanjut terhadap sarana produksi sampai dengan 12 Desember 2022, BPOM telah menemukan 6 (enam) industri farmasi (IF) yang memproduksi sirup obat dengan kadar cemaran EG/DEG yang melebihi ambang batas aman.
Keenam industri farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama (PT YF), PT Universal Pharmaceutical Industries (PT UPI), PT Afi Farma (PT AF), PT Ciubros Farma (PT CF), PT Samco Farma (PT SF), dan PT Rama Emerald Multi Sukses (PT REMS).
2. Badan POM telah menetapkan sanksi administratif dengan mencabut sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) cairan oral non-betalaktam, serta diikuti dengan pencabutan seluruh izin edar produk sirup obat industri farmasi tersebut. BPOM juga telah memerintahkan kepada keenam industri farmasi tersebut untuk:
a. menghentikan kegiatan produksi dan distribusi seluruh sirup obat;
b. mengembalikan surat persetujuan izin edar semua sirup obat;