Demikian pula dengan kesenian tradisi lainnya seperti seni Topeng Banjet didapatnya dari Epeng, Ali Saban, dan Bah Pendul, tari Topeng Cirebon langsung dari maestronya Sudjana Ardja dan Suji. Sedangkan seni Ketuk Tilu dipelajarinya dari Ki Sanhudi, Ibu Jubaedah, dan Bapak Akil, juga tari Keurseus dipelajarinya dari Sari Redman.
Dalam memperkaya bathin berkesenian, Apih Gugum juga mempelajari topeng Banjet, Kliningan dan Bajidoran langsung ke kantong-kantong dimana kesenian tersebut masih melekat dimasyarakatnya.
Baca Juga: Keindahan Pantai dan Pelestarian Penyu Hijau di Pantai Sindangkerta
Dalam perjalanannya mempelajari kesenian tradisional pakaleran (pantai utara Jawa Barat), di Kabupaten Subang dirinya berkenalan dengan Lurah Joni, Lurah Hilman, Upas Omo, dan lain-lain.
Sementara di Kabupaten Karawang, akrab dengan Mang Atut, Mang Askin, Dimyati dan lainnya, hingga pada akhirnya dipertemukan dengan para tokoh seni Idjah Hadidjah dan Umay Mutiara (pesinden), juga Haji Suwanda dan Dali (pengendang).
Hingga sejak dirinya berkelana sejak awal tahun 1970 hingga sekarang telah lahir besalasan karya tarian, Keser Bojong, Rendeng Bojong, Toka-Toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Manggut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, Kawung Anten, Jalak Ngejat, dan lainnya.
Baca Juga: Cara Memilih Jas Hujan Yang Baik
Bukan hanya tarian, Apih Gugum juga turut mewarnai seni tembang lewat tembang wanda jaipongan, seperti tembang “Daun Pulus” dan “Serat Salira” yang sangat fenomenal seperti halnya tari Jaipongan.
Terhadap cap buruk tentang tari Jaipongan, saat (alm) Tien Soeharto (Raden Ayu Siti Hartinah) berulang tahun ke 65, meminta langsung Apih Gugum untuk menjelaskan tentang makna yang terkadung dalam tarian Jaipongan.
“Ketika Ibu Ratu (Tien Soeharto istri Presiden Soeharto) berulang tahun di Sasana Langgeng Budoyo (Taman Mini Indonesia Indah) pada tahun 1989 dan dilanjut menyambut Sultan Brunei Darussalam di Istana Negara, meminta penjelasan kepada saya tentang nilai dan makna yang ada pada tari (Jaipong) Rawayan.