Jaipongan Jawaban Gugum Tira Sondjaja untuk Amanat Tahun Vivere Pericoloso

- 11 Oktober 2020, 07:34 WIB
PEGELARAN Jaladri Tingtri yang diinisiasi UPTD Pengelolaan Kebudayaan daerah Jawa Barat, 20 September 2020 lalu.**
PEGELARAN Jaladri Tingtri yang diinisiasi UPTD Pengelolaan Kebudayaan daerah Jawa Barat, 20 September 2020 lalu.** /Heriyanto Retno

Baca Juga: Tangani Banjir Pasar Induk Gede Bage, DPU Bangun Kolam Retensi

Kala itu, pidato kenegaraan Presiden RI pertama Ir Sukarno pada 17 Agustus 1964, yang terkenal dengan judul “Tahun Vivere Pericoloso” atau disingkat Tavip begitu terngiang dalam diri almarhum yang kala itu masih duduk dibangun sekolah SLTA Pasundan 1 Bandung (1962-1955).

Kala itu Sang Proklamator menginstruksikan seluruh rakyat untuk melaksanakan Tri Sakti Tavip. Yakni, berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.

Dalam hal bidang kebudayaan, Sukarno secara tegas menentang keras anak-anak muda menggilai musik pop barat yang disebutnya “musik ngak ngik ngok”, literatur picisan, dan dansa-dansi dalam pesta pora dikalangan anak muda. Karena, menurut Sukarno melalui penetrasi kebudayaan kaum imperialis ingin merusak moral bangsa Indonesia.

Baca Juga: Menjaga Asa Pewaris Goong Renteng Ki Muntili

Disini, Sang Maestro melalui karya tarinya ingin menunjukan nilai-nilai luhur kebangsaan dan kebanggaan akan warisan leluhur sebagaimana yang diteriakan Bung Karno. Lahirlah karya pertamanya “Keser Bojong” (1978).

“Pada masa itu belum dikatakan Jaipongan, masih disebut Ketuk Tilu Perkembangan karena lebih banyak mengambil dasar dari kesenian Ketuk Tilu, kemudian diberi nama Bojongan karena rumah di Bojongloa, tapi tidak jadi digunankan hingga akhirnya dinamai Jaipongan,” terang Apih Gugum.

Tarian Jaipongan lahir tidak begitu saja dari seorang Gugum Gumbira. Sebagai putera pertama yang lahir di Bandung tanggal 4 April 1945, dari pasangan H. Suhari Miharta dan ibu Hj. Oyoh, Apih Gugum  sudah dari kecil bergelut dengan dunia kesenian, terutama pencak silat, karena ayahnya sendiri adalah guru pencak silat, ditambah dengan kesenangan berpetualang, mengisi pengalaman batin mencari sesuatu yang baru.

Baca Juga: Mesat Gobang Kabuyutan Menjaga Energi Berkesenian

Diceritakannya, saat dirinya berupaya memuaskan rasa dahaganya akan berbagai jurus dan aliran pencak silat seperti Cimande dan Cikalong dengan aliran Kari, Madi serta Sabandarnya Apih Gugum mendapat gemblengan langsung dari tokohnya yang diantaranya masih diingatnya adalah Bapak Saleh, Ki Bacih, dan Ki Sanhudi.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah