Pernah pula diungkapkan pada medio awal bulan April 2016, saat pemerintah Kabupaten Karawang akan mendaftarkan Tari Jaipongan sebagai tarian khas atau asli Kabupaten Karawang.
Juga pernah diungkapkan pada penulis diakhir bulan Januari 2013 saat akan digelar orientasi kegiatan Pasanggiri Jaipongan Jugala Raya 2013, bertajuk, "Ajang Adu Nilai Jaipongan Jadul dan Kekinian".
Baca Juga: Labuan Bajo Rebound, Pemulihan Destinasi Super Prioritas
Bahkan pembicaraan Jaipongan lebih ramai lagi terjadi saat salah seorang menteri mengungkapkan bahwa tari Jaipongan terlahir dari tempat maksiat medio awal tahun 2009.
Hingga pembahasan tentang istilah 3G (goyang, geol, dan gitek) berbau erotisme, memaksa jajaran pimpinan di pemerintahan Jawa Barat bertemu langsung dengan sejumlah tokoh Jawa Barat, serta tokoh seniman dan budayawan.
Saat itu Sang Maestro hanya mengungkapkan, stigma aneh-aneh tentang Jaipongan sudah sejak awal tarian tersebut saya perkenalkan tahun 1980an ke masyarakat.
Baca Juga: Ratusan Anak SMK Diamankan Petugas Kepolisian
Mereka memiliki pandangan seperti itu karena tidak tahu akan nilai-nilai yang terkandung dan hendak disampaikan melalui gerakan, tapi waktu itu saya tidak mau banyak berdebat, karena yang terpenting adalah membuat karya dan mengangkat citra seni tradisi agar masyarakat menyukainya.
Kalau harus menjawab satu persatu mereka yang mengkritisi tari Jaipongan karyanya, almarhum mengaku sudah sangat bosan dan cape.
Dirinya hanya menjawab bahwa apa yang dilakukannya sebagai seniman Jawa Barat karena merasa tertantang dengan ucapan Presiden Sukarno yang merasakan kegusarannya akan kesenangan pemuda mada masa itu pada dansa-dansi dan mulai meninggalkan budaya leluhur.