Warga Adat Kampung Cireundeu Gelar Tutup Taun Ngemban Taun dengan Suka Cita

6 Agustus 2023, 08:07 WIB
Kaum pria masyarakat adat Kampun Cireundeu menggunakan iket dan baju kampet membawa jampana berisikan hasil bumi menuju Bale Saresehan yang menjadi pusat tradisi Tutup Taun Ngemban Taun. /Portal Bandung Timur/may nurohman/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kearifan lokal masyarakat Sunda yang masih terjaga oleh Masyarakat Adat Kampung Cireundeu berupa Tutup Taun Ngemban Taun. Disetiap perhelatannya, Kampung Adat Cireundeu yang berlokasi di Kampung Cireundeu, Kerkof, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi tidak hanya dihadiri warga masyarakat Kampun Cireundeu maupun warga turunan Cireundeu yang sudah jauh merantau, tetapi juga warga dari berbagai daerah.

Seperti rangkaian Tutup Taun Ngemban Taun 1 Sura 1957 Saka Sunda yang diselenggarakan sejak Kamis 4 Agustus 2023 hingga pergantian hari Minggu 6 Agustus 2023. Masyarakat setiap harinya selalu dipenuhi warga dari berbagai daerah, bahkan di hari puncak acara sepanjang Sabtu 5 Agustus 2023.

Beragai suguhan makanan khas berbahan dasar ketela pohon atau singkong disuguhkan kepada masyarakat yang datang. Demikian pula halnya dengan nasi khas masyarakat Cireundeu yang terbuat dari singkong yang disebut Rasi atau Beras Singkong turut disuguhkan.

Baca Juga: Seren Taun 1956 Saka Sunda Warga Adat Kampung Cireundeu Cimahi Berlangsung Meriah

Di masyarakat adat Kampung Cireundeu ada ungkapan, “Teu Nyawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat”. Artinya, tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat.

Prinsip hidup ini sengaja dipegang erat dengan tujuan agar manusia ciptaan Tuhan tidak ketergantungan terhadap satu hal saja.

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat adat Kampung Cireundeu meskipun tidak memiliki sawah yang dapat menghasilkan padi dengan berasnya masih mampu makan. Meskipun tidak makan nasi sebagaimana umumnya masyarakat Indonesia, namun warga Kampung Cireundeu tetap bisa beraktifitas seperti halnya masyarakat lainnya.

Warga adat Kampung Cireundeu beralih dari beras sebagai bahan makanan pokok dimulai sekitar 1918. Pada saat itu juga ajaran Sunda Wiwitan pertama kali dibawa oleh Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan.

Baca Juga: Kampung Cireundeu Kota Cimahi Jadi Pusat Gerakan Tanam Pohon

Beras singkong  atau Rasi awal mulanya digagas oleh Ibu Omah Asnamah, Putra Bapak Haji Ali yang kemudian diikuti oleh seluruh warga Kampung Adat Cireundeu. Berkat inovasinya tersebut pada 1946 Pemerintahan melalui Wedana Cimahi memberikan penghargaan kepada Ibu Omah Asnamah sebagai Pahlawan Pangan dan karena kepopuleran rasi ini lah kemudian Kampung Adat Cireundeu kemudian dijuluki juga sebagai "Kampung Singkong".

Menyambut tradisi tahunan Tutup Taun Ngemban Taun, kaum wanita Kampung Cireundeu yang sejak dulu memiliki peran aktif  hampir sepanjang hari disibukan dengan berbagai persiapan suguhan makanan yang akan dihidangkan di acara puncak. Demikian pula halnya dengan kaum pria yang disibukan dengan mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk acara tradisi tahunan  Tutup Taun Ngemban Taun dengan menghias jalan masuk menuju Bale Saresehan yang jadi pusat kegiatan puncak tradisi Tutup Taun Ngemban Taun.

Menjelang puncak kegitan Sabtu 5 Agustus 2023 kesibukan semakin nyata terasa. Kaum wanita dengan mengenakan pakaian sinjang dan kebaya putih terlihat sibuk di dapur dan sebagian lainnya hilir mudik membawa makanan ke Bale Saresehan.

Baca Juga: Tradisi Seren Taun Cigugur Kembali Meriah

Sementara kaum pria mulai menata buah-buahan serta umbi-umbian yang dihasilkan kebun warga adat Kampung Cireundeu maupun yang dirikim dari sejumlah masyarakat adat di wilayah Jawa Barat.  “Telah ratusan tahun kami masyarakat adat saling batu setiap kegiatan menyambut pergantian tahun, seperti kemari kegiatan di Cigugur Kuningan kami memberikan bantuan dan turut menghadiri, demikian pula ke Cikondang Pangalengan dan kampun adat lainnya,” terang  Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya.

Seperti halnya pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan tahun-tahun sebelumnya, Tutup Taun Ngemban Taun atau juga dikenal dengan tradisi Wuku Taun atau Seren Taun, diselenggarakan masyarakat adat Kampung Cireundeu, dipustakan di Bale Saresehan. Sejak pagi hari puluhan lelaki mengenakan kain kampret maupun pangsi dan iket khas Sunda serta kaum wanita mengenakan sinjang serta kebaya berwarna putih sudah terlihat sibuk.

Menjelang siang kesibukan semakin terlihat.  Puluhan perempuan mengenakan secara bergantian membawa nampan berisikan berbagai makanan khas terbuat dari umbi-umbian, terutama umbi ketela. 

Demikian pula halnya dengan para lelaki mengenakan tangungan jampan membawa berbagai makanan.  Semuanya dibawa menuju Bale Saresehan yang berada di pusat kampung adat.

Baca Juga: Tradisi Seren Taun, Nampa Taun, Mapag Taun di Kasepuhan Girijaya Kabupaten Sukabumi

Kepada awak media, Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya, menyampaikan bahwa tradisi  Tutup Taun Ngemban Taun masyarakat adat Kampung Cireunde Cimahi merupakan tradisi turun temurun yang telah dilaksanakan ratusan tahun, sejak budaya Sunda Wiwitan dibawa Madrais dari Kampung Cigugur Kuningan tahun 1918.

“Seperti halnya Tradisi Seren Taun yang dilaksanakan masyarakat adat pada umumnya, hal ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas semua hal kebaikan setahun ke belakang dan berharap kebaikan setahun ke depan,” ujar Abah Widiya.

Sepanjang tahun menurut Abah Widiya, masyarakat adat Kampung Cireundeu telah banyak mendapatkan berbagai kenikmatan hidup. “Ketenangan, berlimpah rejeki, berlimpah hasil pertanian, mugia akur rukun repeh rapih jeung sasama hirup terus nanjeur,” ujar Abah Widiya.

 Sementara pesan Tutup Taun dan Seren Taun menurut Abah Widiya selain harus menjaga lingkungan agar tidak tambah rusak, juga menjaga kerukunan antar sesama. “Sekarang ini orang mudah dipertentangkan satu dengan lainnya oleh kelompok yang memiliki maksud, karenanya menjaga kerukunan sangatlah penting saat ini,” pungkas Abah Widiya.

Anak-anak wanita Kampung Cireundeu memainkan seni tutunggulan menyambut tetamu diacara Tutup Taun Ngemban Taun.
Masyarakat adat Kampung Cireundeu Cimahi selama ini dikenal sebagai masyarakat adat yang memegang teguh pada aturan adat. Salah satunya menjadikan singkong sebagai bahan makanan pokok pengganti beras, juga menjaga lingkungan sekitarnya.

Kebiasaan yang dilakukan masyarakat adat sejak tahun 1918 berawal dari kegagalan panen padi yang berulang menjadikan sesepuh adat berinisiatif menanam singkong untuk mengatasi kelangkaan bahan pokok makanan. Kebiasaan menjadikan singkong sebagai pengganti beras menjadi kebiasaan hingga kini.

Bahkan dimasa perang melawan penjajah Belanda maupun Jepang serta masa mempertahankan kemerdekaan, keberadaan Kampung Cireundeu sebagai penghasil singkong mampu mendukung logistik makanan bagi para pejuang.

Hingga kini, dimana Kota Cimahi terus bergeser dari Kota Pusat Militer menjadi Kota Industri dengan pembangunan pabriknya. Masyarakat adat Kampung Cireundeu tetap berpegang teguh pada adat istiadat. (may nurohman)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler