PORTAL BANDUNG TIMUR - Pelem merupakan sebuah kampung yang berada di dataran tinggi uatar Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Tapi siapa sangka dari Kampung Pelem lahir sebuah peristiwa budaya yang besar dan dikenal masyarakat dunia, khususnya masyarakat pecinta seni tari.
Dari Jawa Barat, khususnya Kota Bandung, Pelem Festival in History, mempercayakan pada komunitas sanggar tari Bongkeng Arts Space pimpinan Deden Tresnawan atau yang akrab disapa Deden Bulenk.
Di Pelem Festival in History, Bongkeng Arts Space mempercayakan pada penari dan koreografer tari muda Nur Fitriyani Fadjariah yang menampilkan tarian Gandrung Bandung, serta dua penari Deri Albadri dan Siti ratu Dinda membawakan tarian Cikeruhan.
Baca Juga: BLACKPINK ‘Lovesick Girls’ dikecam oleh KMHU.
Dalam pegelaran yang ditayangkan secara virtual dan life langsung di media sosial Facebook, Gandrung Bandung menggambarkan identitas kota tari yang dimiliki Jawa Barat, yang penuh dengan kearifan budaya.
Tari ini disuguhkan dalam bentuk tarian kreasi, yang berlandaskan pada keceriaan dan keramahan penduduk Jawa Barat. Selain itu Tari Kreasi Gandrung Bandung pun menggambarkan keindahan dan keelokan Kota Bandung.
Sementara tari Cikeruhan yang bersumber dari Ketuk Tilu, menggambarkan sebuah ekspresi dari sifat kegembiraan, kehangatan, keerotisan, dan rasa humoris dari seorang Ronggeng dan Pamogoran. Tarian ini merupakan tari pergaulan atau sebagai seni profane yang bergenre tari rakyat.
Agung Gunawan pimpinan padepokan seni Sampang Agung Center For Performing Arts (SACPA) yang didirikan pada 2016, mengungkapkan, Pelem Festival merupakan event internasional 2 tahunan yang telah terselenggara SACPA pada tahun 2016 dan 2018.
Festival Pelem diselenggarakan sebagai ruang silahturahmi bagi seniman (baik tradisi maupun kontemporer, baik nasional maupun internasional) dengan masyarakat desa Pelem.
“Festival Pelem yang terselenggara selama dua minggu dan terbagi menjadi pekan pelatihan (workshop week) dan pekan pertunjukan (performance week) ini, mendapat dukungan penuh dan antusias tinggi masyarakat desa Pelem.
Baca Juga: Angklung Sered Jadi WBTB Indonesia, Mangunreja Tasikmalaya Bangga
Bukan hanya sebagai penonton pasif, akan tetapi sebagai pelaku yang ikut terlibat berpartisipasi dan berkontribusi dalam gelaran Pelem Festival.
Hal ini menjadikan masyarakat Desa Pelem merasa melu handarbeni (merasa memiliki) keberadaan Festival Pelem, sehingga kehadirannya sangat dinanti-nantikan,” terang Agung Gunawan.
Diungkapkannya, tahun 2020 merupakan tahun yang sangat berat, di mana pandemi covid-19 melanda seluruh negara di dunia.
Baca Juga: Psikologis Anak Terhadap Permainan Tradisional
Wabah ini mengganggu segala aspek penunjang kehidupan, mulai pendidikan, ekonomi, politik, sosial, bahkan budaya. Tidak ada yang dapat memastikan kapan situasi ini akan berakhir, sementara manusia dirundung ketakutan untuk melakukan aktifitasnya.
“Alangkah baiknya jika rasa ketakutan itu diubah menjadi sebuah refleksi terhadap situasi yang terjadi. Kegiatan reflektif itulah yang mendorong munculnya pemikiran-pemikiran positif, melakukan sesuatu hal yang positif, dengan harapan mencapai kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan pemikiran tersebut di tahun 2020 ini SACPA berkomitmen tetap menyelenggarakan Festival Pelem 2020 dengan bentuk dan format yang berbeda dan tema yang diangkat pada gelaran Festival Pelem kali ini adalah 'Bangkit, Gumregah, Rise Up',” pungkas Agung Gunawan. (heriyanto)***