Mendadani Seni Tradisi

- 10 Oktober 2020, 10:06 WIB
KESENIAN tradisional Kuda Renggong berasal dari Buah Dua merupakan satu daru banyak kesenian tradisional yang mencoba bertahan dengan melakukan kreatifitas hingga berkembang ke sejumlah daerah di Jawa Barat.***
KESENIAN tradisional Kuda Renggong berasal dari Buah Dua merupakan satu daru banyak kesenian tradisional yang mencoba bertahan dengan melakukan kreatifitas hingga berkembang ke sejumlah daerah di Jawa Barat.*** /Heriyanto Retno

PORTAL BANDUNG TIMUR - Seni pertunjukan di Indonesia berangkat dari suatu keadaan dimana ia tumbuh dalam lingkungan etnik yang berbeda satu sama lain.

Dalam lingkungan etnik ini, adat, atau kesepakatan bersama yang turun temurun mengenai perilaku, mempunyai wewenang yang amat besar untuk menentukan rebah bangkitnya kesenian, seni pertunjukan pada pertunjukan.

Seperti hanya di tatar Jawa Barat, hingga saat ini kesenian tradisi masih tergantung pada tradisi masyarakat penyangganya. Yang dimaksud dengan tradisi segala sesuatu yang diwarisi dari masa lalu.

Baca Juga: Kota Bandung dan Sekitarnya Akan Diguyur Hujan Siang Hingga Sore

Tradisi merupakan hasil cipta karya manusia-obyek material, kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lembaga – yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Ketika tradisi masyarakat penyangganya mulai memudar, beberapa kesenian tradisi pun turut serta tenggalam, ada yang bertahan hidup karena insan seni tradisinya dapat menyesuaikan dengan tradisi pada jamannya,namun pada umumnya yang bertahan hidup itu, ditopang oleh kegiatan ritual, baik ritus siklus alam maupun siklus kehidupan.

Mengapa seni tradisi kita masih belum beranjak dari konteks ritual?, karena seni tradisi yang sekarang masih hidup (living tradition) adalah hasil dari konteks sosio-budaya lama kita.

Baca Juga: Psikologis Anak Terhadap Permainan Tradisional

Itu artinya warisan budaya masa lalu masih melekat pada kehidupan masyarakat Sunda saat ini, orang Sunda beranggapan bahwa adanya saat ini berkat adanya masa lampau, yang masa lampau itu dianggap sebagai pijakan masa kini, dan masa kini dijadikan acuan hidup di masa yang akan datang, sebagaimana tercermin pada naskah kuno Amanat Galunggung Kropak 632 yang ditranskripsi dan diterjemahkan oleh Danasasmita:

Hana nguni tan hana mangké, tan hana nguni tan hana mangké, aya ma baheula, aya nu ayeuna, hanteu ma ma baheula hanteu tu ayeuna, hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang, hana ma tunggulna aya tu catangna. (Ada dahulu ada sekarang, tidak ada dahulu tidak aka nada sekarang; ada masa lalu ada masa kini, bila tak ada masa lalu tidak aka nada masa kini: ada pokok kayu ada batang, tidak ada pokok kayu tidak aka ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada catangnya; ada jasa ada anugrah, tidak ada jasa tidak aka nada anugrah).

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x