Ronggeng Gunung, Menghapus Stigma Menjaga Tradisi

- 13 Desember 2020, 19:00 WIB
KESENIAN Ronggeng Gunung saat tampil di Panggung Terbuka Pondok Seni Pangandaran beberapa waktu lalu pada penampilan rutin setiap malam minggu.***
KESENIAN Ronggeng Gunung saat tampil di Panggung Terbuka Pondok Seni Pangandaran beberapa waktu lalu pada penampilan rutin setiap malam minggu.*** /heriyanto/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Lagu demi lagu terus mengalir bergantian dilantunkan dua orang juru tembang, Yayah dan Nani, mengiringi empat orang penari ronggeng menemani penonton. Mendekati penghujung malam jumlah penonton yang turut serta menari semakin banyak yang sebelumnya membentuk satu lingkaran penuh menjadi tiga lingkaran.

Sepintas gerakan tarian tampak sangat monoton berupa pengulangan, menggerakan tangan dan kaki seraya berjalan mengintari empat penari Ronggeng Gunung. Namun pada bagian tertentu, baik sinden maupun penambuh kendang memberikan tanda dan penonton yang mengikuti tarian melakukan gerakan bebas atau ekspresi bebas.

“Bagi yang tidak tahu akan makna dan nilai dari kesenian (tradisional) Ronggeng Amen yang merupakan turunan dari Ronggeng Gunung, pasti akan banyak bertanya. Tapi bagi masyarakat Pangandaran, Banjar Ciamis dan sebagian Tasikmalaya atau Garut pakidulan sudah tahu akan makna tarian melingkar yang mengibaratkan sebuah perputaran kehidupan yang tertumpu pada satu poros atau satu pencipta,” terang Rusliadi pimpinan kelompok seni Ronggeng Amen Gapura Asih dari Cibenda, Kec. Parigi Kab. Pangandaran, seusai tampil di Panggung Terbuka Pondok Seni, beberapa waktu lalu untuk keperluan pentas virtual seni tradisional yang diselenggarakan UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan.

Baca Juga: Data Stok Darah PMI Kota Bandung 13 Desember 2020

Baca Juga: Trebang Randu Kentir, Tarian Pengungkap Rasa Kehilangan  

Saat ini, tidak kurang dari 19 kelompok seni ronggeng masih eksis memelihara nilai dan tradisi kesenian ronggeng. Baik Ronggeng Gunung, Ronggeng Amen, Ronggeng Tayuban, Ronggeng Pakaleran, Ronggeng Pakidulan, dan Ronggeng Priangan atau Ronggeng Menak.

Bukan tanpa banyak halang rintang yang harus para seniman, terutama penari ronggeng dalam menjaga warisan Siti Samboja atau yang juga dikenal dengan nama lain Dewi Rengganis, salah satu punter Prabu Siliwangi ini. Stigma seorang ronggeng sebagai penggoda kaum lelaki sudah sangat begitu kuat, demikian pula halnya dengan nilai-nilai tradisi yang dijaga bagi sejumlah kalangan ulama hal tersebut sangat bertentangan tidak sesuai ajaran Islam.

“Padahal ronggeng disini hanya meminjam istilahnya saja untuk menunjukan bahwa kesenian ini menampilkan penari wanita. Tentang kaitannya dengan ajaran keagamaan, justru pada masanya kesenian ini menjadi pelengkap syiar Islam dipelosok pegunungan hingga pesisir pantai selatan Jawa Barat,” ujar Kepala Seksi Atraksi Sei Budaya UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat Iwan Gunawan dalam Sawala Seniman Ronggeng Gunung se Kabupaten Ciamis, Banjar dan Pangandaran di Aula Pondok Seni Taman Budaya Jawa Barat.

Baca Juga: Drama Korea Terbaru City Couple’s Way of Love: My Lovable Camera Thief

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x