Kupatan, Tradisi Warisan Sunan Kalijaga yang Masih Terjaga di Glagah Kabupaten Lamongan

- 19 Mei 2021, 13:23 WIB
Tradisi Lebaran Ketupat yang diselenggarakan setiap 8 Syawal masih tetap dilaksanakan masyarakat di  Desa Meluntur Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan.
Tradisi Lebaran Ketupat yang diselenggarakan setiap 8 Syawal masih tetap dilaksanakan masyarakat di Desa Meluntur Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. /Foto : dokumen novita finda fitriana

Tradisi Kupatan merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh masyarakat dalam usaha bersama untuk memperoleh keselamatan, dan ketentraman bersama yang biasa dilakukan pada bulan Syawal.

Ketupat merupakan makanan khas yang berbahan dasar beras, dibungkus dengan selonsong dari janur atau daun kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal), kemudian direbus. Kupatan ini menjadi salah tradisi masyarakat muslim Jawa yang masih dilestarikan sampai sekarang, dan umumnya kupatan hanya dirayakan oleh masyarakat secara individual.

Didaerah Lamongan tradisi kupatan dirayakan secara besar-besaraan yakni dalam lingkup keuarga. Namun seiring berjalannya waktu tradisi kupatan menjadi tradisi dalam lingkup masyarakat kecil, yaitu tidak lagi hanya dirumah melainkan setiap tanggal 8 Syawal setelah menjalankan puasa Syawal selama enam hari.

Baca Juga: Dana Program PEN Rp699 Triliun Baru Terealisasi 24 Persen, Untuk BST Sudah 100 Persen

Masyarakat kerap membawa ketupat ke musholla-mushollah dan masjid-masjid untuk didoakan. Berdoa secara bersama-sama kemudian setelahnya ketupat tersebut dibagikan kepada masyarakat.

Tradisi kupatan di Kabupaten Lamongan di laksanakan selama dua kali dalam setahun, yaitu kupatan yang pertama dilaksanakan menjelang Ramadan atau tepatnya dua minggu menjelang bulan Ramadan tradisi ini disebut dengan tradisi Megengan. Sedangkan kupatan kedua dilaksanakan tujuh hari setelah hari raya Idulfitri yang tepatnya pada tanggal 8 Syawal, tradisi ini disebut dengan tradisi kupatan.

“Tujuan dari tradisi kupatan ini adalah ingin memeperkuat tali silaturahmi antar umat muslim, sebagai sarana memberikan jamuan kepada kerabat, saudara, dan tamu. Juga memperkenalkan tradsi kepada generasi penerus dan kepada siapa saja yang hadir,” pungkas bapak Slamet Syafii. (novita finda fitriana)***

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah