Museum Galunggung, Kekhawatiran Akan Sejarah yang terlupakan

- 26 Juni 2023, 21:50 WIB
Museum Galunggung yang didirikan Mantan Kapolda Jabar  Anton Charliyan di  objek wisata Batu Mahpar Desa Sukamulih, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya.
Museum Galunggung yang didirikan Mantan Kapolda Jabar Anton Charliyan di objek wisata Batu Mahpar Desa Sukamulih, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya. /Portal Bandung Timur/Dimas Fauzi Rahayu/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Bangunannya sangat sederhana. Hanya beratapkan dari bahan seng dan tempatnya yang tidak luas.

Namun siapa sangka, didalamnya terdapat koleksi bersejarah dari sejarah kebudayaan lokal, hingga penyebaran Islam di tanah Sunda. “Ada aura yang berbeda jika kita berada di kawasan sejarah budaya lokal dan sejarah penyebaran islam,” kata Kang Totong sebagai pengelola Museum Galunggung.

Sebelumnya Kang Totong bekerja pada bidang farmasi. Sejak tahun 2019 Kang Totong di amanahi oleh Anton Charliyan, mantan Kapolda Jabar untuk mengelola wisata Batu Mahpar yang berada di Desa Sukamulih, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya.

Anton Charliyan mengajak kepada masyarakat khususnya warga Tasikmalaya untuk membangun bangunan yang akan menjadi pengingat warga mengenal lebih jauh dan lebih luas lagi mengenai sejarah Tatar Sunda. Misalnya sejarah awal berdirinya Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, bahkan Kerajaan Galuh dan Sunda  yang tidak dapat dilepaskan dari sejarah Galunggung di zaman Kerajaan Resi Sempak Waja di abad ke

Baca Juga: Masjid Agung Majalaya, Karya Monumental Insinyur Suhaimin Mengadopsi Masjid Demak, Cirebon dan Banten VI.

Begitu pula dengan Kerajaan Galunggung Ratu Batari Hyang (1111), dan Kerajaan Sukakerta Prabu Sri Gading Anteg Putra Prabu Surawisesa abad ke XVI.

Kecintaan Kang Totong terhadap warisan budaya dan juga sejarah mengetuk hatinya dengan meninggalkan pekerjaannya pada bidang farmasi dan menyanggupi mengelola Museum Galunggung yang didirikan pada tahun 2020 lalu. Bahkan dirinya juga yang  merawat dan menjaga benda-benda yang menjadi saksi bisu dalam arus perjalanan waktu ke waktu.

“Gunung Galunggung, salah satu gunung yang menjadi ikon kota Tasikmalaya. Dalam perjalanan waktunya, Galunggung menjadi saksi bisu mengenai sebagian sejarah yang ada di Tatar Sunda,” ujar Kang Totong.

Baca Juga: Museum Perkebunan Indonesia di Medan, Tawarkan Sensasi Koleksi Kekayaan Hayati Nusantara

Selain itu, Kota Tasikmalaya dikenal juga dengan kota santri yang memiliki seribu pesantren, begitulah kira-kira julukan yang didapatnya, hal ini karena  disetiap pelosok daerah di Tasikmalaya terdapat banyak sekali pesantren. Tentu semua ini memiliki sejarahnya masing-masing.

Kang Totong menyampaikan bahwa “Gunung Galunggung yang menyimpan sejarah dari Kerajaan Galunggung yang merupakan tempat pengesahan calon-calon raja yang akan menjadi raja di tanah Sunda. Kebhataraan ini didirikan pada abad ke-7 oleh prabu Dharmasiksa dari kerajaan Galuh Ciamis. Pendirian kerajaan ini ditujukan untuk mengesahkan raja-raja dan juga menjadi tempat legislatif bagi kerajaan-kerajaan yang ada di Tanah Sunda.”

Sebagian koleksi Museum Galunggung tertata apik dan terpelihara dengan baik.
Sebagian koleksi Museum Galunggung tertata apik dan terpelihara dengan baik.
Menurutnya selain menjaga dan merawat benda-benda sejarah ini, pekerjaanya yang sekarang merupakan pekerjaan yang ia syukuri, karena ia bisa melihat keagungan Gunung Galunggung, disertai dengan nyanyian burung yang berkicau, dan suara air yang menenangkan serta suara alam yang memanjakan telinganya.

Tidak hanya menyimpan sejarah mengenai Gunung Galunggung, Tasikmalaya menjadi daerah yang dikenal dengan Kota Santri, hal ini karena terdapat banyak sekali pesantren yang terdapat didaerah-daerah pelosok Tasikmalaya, tentunya hal ini adalah buah dari peran tokoh-tokoh yang menyebarkan islam di Tanah Sunda salah satunya adalah Syekh Quro.

Di Museum Galunggung juga menyimpan benda-benda sejarah mengenai penyebaran islam yang dilakukan Syekh Quro juga tersimpan rapi, benda sejarah berupa kitab-kitab karya beliau ini dipamerkan didalam lemari kaca yang mengkilap, banyak pengunjung dari para santri yang sangat antusias melihat benda-benda sejarah ini.

Baca Juga: Gedong Pemancar Radio Belanda Cililin, Diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya Tapi Tidak Jadi Cagar Budaya

Tidak hanya itu, benda-benda jadul lainnya juga menjadi pusat perhatian bagi orang tua yang membawa anak mereka. “Para orang tua yang ingin anaknya belajar mengenai teknologi yang orang tua itu gunakan dulu pada masa kecilnya, seperti gawai nokia tahun 19-an mesik ketik, dan damar dan masih banyak lagi,” ujar Wawan (34) seorang pengunjung.

Melihat perkembangan sang anak yang kian hari bertambah usianya, begitupun dengan rasa keingintahuannya, dengan mengajaknya bermain di wisata Batu Mahpar ini.  Wawan merasa kasihan melihat perkembangan teknologi yang seakan-akan merampas rasa sosial, terkhususnya anak-anak sekarang.

Museum Galunggung di objek wisata Batu Mahpar, Desa Sukamulih, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya.
Museum Galunggung di objek wisata Batu Mahpar, Desa Sukamulih, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya.
Dengan begitu Wawan mengajak agar kita sebagai orang tua harus lebih memberikan waktu luang kita, dengan mengajak anak ke tempat museum dan tempat-tempat rekreasi lainnya yang mempunyai fasilitas-fasilitas yang menunjang dalam hal edukasi, bukan hanya yang berisfat hiburan saja,  kita bisa mengajari anak-anak banyak hal. Ujar Wawan.

Siapa sangka jauh dari hiruk pikuknya perkotaan, terdapat wisata Geopark Batu Mahpar yang selain menjadi wisata alam juga menjadi wisata edukasi berkat adanya Museum Galunggung yang tempatnya perada di pedesaan dengan udara yang masih segar.

Letaknya yang tepat berada di kaki Gunung Galunggung dan jauh dari hiruk pikuknya perkotaan membuat kang Totong mensyukuri atas ciptaan Tuhan dengan seagala kelebihannya. (Dimas Fauzi Rahayu)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah