Mengungkap Makna, Ngigel Mah Moal Jauh ti Dua Suku jeung Dua Leungeun

- 5 Juni 2021, 15:09 WIB
Tarian gengre jaipongan Keser Bojong karya maestro tari Jawa Barat Gugum Gumbira Tirasondjaja, bukan hanya kaya akan gerak tapi juga makna filosofi.
Tarian gengre jaipongan Keser Bojong karya maestro tari Jawa Barat Gugum Gumbira Tirasondjaja, bukan hanya kaya akan gerak tapi juga makna filosofi. /Foto : Istimewa

PORTAL BANDUNG TIMUR - Tari Jaipong atau jaipongan adalah salah satu tarian daerah yang sangat terkenal dan tidak asing bagi masyarakat Jawa Barat. Tarian ini merupakan jenis tarian tradisional tari jaipongan juga merupakan repertoar tari yang bersumber dari Ketuk Tilu, Pencak Silat, Topeng Banjet, dan Kliningan Bajidoran.

Tari jaipongan, diakui Sang Maestro Tari Jawa Barat, Haji Gugum Gumbira Tirasondjaja, untuk pertamakalinya tercipta dari hasil kerja kolektif sejumlah seniman besar Jawa Barat yang melejit pada medio 1980an. Diantaranya penabuh gendang Haji Suwanda, pesinden Idjah Hadidjah lewat tembang Daun Pulus untuk tarian Keser Bojong,  dan juga para penari Tati Saleh dan Pepen Dedi Kurniadi, juga Yeti Mamat dan Eli Somali.

Sepanjang tahun 1980 hingga menjelang akhir hayatnya di akhir tahun 2019, Sang Maestro Jaipongan, tarian gengre  Jaipongan telah menciptakan tarian gengre Jaipongan yang diantaranya,  Rendeng Bojong, Keser Bojong, Sonteng, Rawayan, Setra Sari, Kawung Anten, Jalak Ngejat, Kuntul Manggut, Kania Laga, dan lain-lain.

Baca Juga: Gandeng Shopee, Ridwan Kamil Resmikan Pembangunan Shopee Center Guna Mempercepat UMKM Jabar Go Digital

Karya-karya yang diciptakan oleh Gugum Gumbira selalu berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri. Karakteristik tarian gengre Jaipongan, sangat enerjik dan unik. Dalam setiap pementasannya akan diiringi oleh musik tradisional bernama degung.

Selain enerjik tarian ini juga dilakukan dalam suasana ceria dan humoris sehingga sangat menghibur penonton. Jika dilihat dari perkembangan estetika dan pembaharuannya serta inovasi yang signifikan. Mulai dari tari Keser Bojong, Sonteng, Rawayan, hingga tari Kania Laga.

Perkembangan Jaipongan yang begitu populer di lingkungan kehidupan masyarakat Sunda pada khususnya, bahkan hingga sekarang sudah menjadi milik masyarakat Indonesia, jelas menimbulkan berbagai aspek penting yang terkandung di dalamnya, meliputi,  ide atau gagasan, nilai filosofis, historis, estetika tari, musik, tata busana maupun artistik lainnya.

Baca Juga: Puan Maharani, Pahami Keputusan Pemerintah Batalkan Keberangkatan Calon Jemaah Haji Indonesia

Dalam petikan Lalan Ramlan dan Edi Mulyana  di Bandung, dengan Sang Maestro Gugum Gumbira Tirasodjaja pada  24 Juni 2008, memaparkan sebagai seorang  maestro Jaipong, Gugum Gumbira Tirasondjaja memiliki pandangan yang  sederhana  saja  tentang  dunia  tari  atau  menari. “Ia  mengatakan, ngigel  mah  moal  jauh  ti  dua  suku  jeung dua leungeun, paeh hiji-hirup hiji,” demikian salah satu kutipan kalimat yang sangat sarat makna dan fiosofinya.

Kalimat ini sangat menekankan pada ketidakstabilan posisi tubuh, dalam arti posisi tubuh harus selalu dalam keadaan ‘hidup’ (plastis, tidak statis). Ini berarti, bahwa dalam menari kita tidak akan jauh dari dua kaki dan dua tangan dari tubuh ini sebagai media yang akan diekploitasi kekuatan tubuh dalam proses eksplorasi gerak untuk menemukan berbagai alternatif gerak yang diinginkan.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x