Mengungkap Makna, Ngigel Mah Moal Jauh ti Dua Suku jeung Dua Leungeun

- 5 Juni 2021, 15:09 WIB
Tarian gengre jaipongan Keser Bojong karya maestro tari Jawa Barat Gugum Gumbira Tirasondjaja, bukan hanya kaya akan gerak tapi juga makna filosofi.
Tarian gengre jaipongan Keser Bojong karya maestro tari Jawa Barat Gugum Gumbira Tirasondjaja, bukan hanya kaya akan gerak tapi juga makna filosofi. /Foto : Istimewa

Untuk kepentingan itu, terutama bagian kaki harus dalam keadaan asimetris. Maksud dari asimetris atau ‘paeh hiji hirup hiji’ adalah difokuskan pada posisi kaki dalam keadaan pasang atau kuda-kuda atau adeg-adeg, kaki yang satu bersifat menahan atau menjadi tumpuan berat tubuh (paeh) dan yang satu lainnya bersifat hidup atau siap bergerak bebas dengan berbagai kemungkinan; motif gerak, arah gerak, dan atau tempo dengan intensitas gerak yang berbeda.

Kalimat singkat tadi, apabila dicermati secara mendalam lebih merupakan sebuah ungkapan filosofis yang bermakna dalam. Penekanan pada kekuatan nilai estetika tari yang dinamis dengan intensitas pergerakan yang tinggi, sangat mencerminkan karakteristik kaum perempuan Sunda yang cantik, menarik, ramah, anggun, kuat, gesit, dan memiliki daya tarik atau aura keanggunan yang menawan.

Baca Juga: Airlangga Hartarto dan AGK Temui Pelaku Usaha IKM di Solokanjeruk dan Majalaya  

Sang Maestro Gugum Gumbira Tirasondjaja sangat terpesona oleh sosok perempuan Sunda. Maka eksploitasi karakteristik perempuan Sunda sangat tercermin dalam karya tari Jaipongan yang diciptakannya.

Seperti yang terlihat pada karya Keser Bojong, ‘Ruh’ perempuan itu tampak sekali dalam usikna gerak Jaipongan, karena usik merupakan sikap dan perilaku yang sarat nilai etik. ‘Ruh’ perempuan itu tampak dalam dedeg pangadegna, karena deg pangadeg itu merupakan kiprah/laku dalam bentuk sikap dan rangkaian koreografi.

Ruh perempuan itu juga tampak dalam paromanna, karena paroman merupakan ekspresi atau ungkapan jiwanya. Semua itu disempurnakan oleh aura sensualitas keperempuanan yang menjadi sarinya (mamanis/pasieup; Sunda) yang orang kebanyakan menyebutnya dengan istilah ‘Tiga G’ (gitek, géol, dan goyang).

‘Tiga G’ dalam konteks ini, sangat ditentukan oleh faktor kepribadian dari seorang penari. Karena yang akan terlihat dengan kasat mata adalah apakah muncul dari sebuah kewajaran berdasarkan faktor penguasaan teknik menari atau muncul dari upaya eksploitasi yang bersifat verbal dan seronok.

Menguraikan identitas sebuah repertoar tari, khususnya pada tari Keser Bojong, tidak saja terbatas pada mendeskripsikan dengan lengkap mengenai struktur koreografi yang membentuknya. Tetapi termasuk di dalamnya menyampaikan gambaran berbagai unsur artistik yang melengkapinya, yaitu tata busana dan iringan tari.

Pada struktur koreografi, penyajian repertoar tari Keser Bojong, diawali dengan intro musik dari musik iringan tari secara instrumental. Lalu setelah dua atau tiga goongan dilanjutkan dengan masuknya vokal dari pesinden melantunkan bait awal lagu Daun pulus Keser Bojong.

Seiring dengan itu, penari sudah pada posisi adeg-adeg angin-angin, masuk pada ragam gerak nibakeun satu meliputi gerak, gunting luhur, suay, dan kuda-kuda capang.  Diteruskan  dengan ragam gerak bukaan satu, meliputi gerak, reret katuhu, meulah langit, ukel eluk paku, gunting tengah, dan beset katuhu.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah