Fania, Keterbatasan Bukan Hambatan Untuk Meraih Prestasi

12 Juli 2023, 19:43 WIB
Fania remaja tunagrahita yang sarat prestasi saat berswafoto dengan teman-temannya di SLB BC Purnama Landbouw Sindangsari, Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat. /Portal Bandung Timur/Sintianisa/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Dipelataran sebuah sekolah yang tak tahu seceria apa anak-anak disana, seceria anak-anak yang bermain dibawah hujankah? Atau semurung anak-anak desa yang di renggut masa kecilnya dengan hilangnya lapangan untuknya bermain?

Kita tak pernah tahu bagaimana kondisi di dalam sana jika kita tak mencoba untuk masuk lebih dalam, mengenal mereka lalu memastikan sebahagia apa anak-anak didalam sana? dan semurung apa anak-anak di dalam sana?

Fania, namanya yang hanya satu kata ini adalah seorang gadis remaja cantik berusia 16 tahun. Dengan senyuman yang tak pernah hilang di bibirnya, adalah puteri angkat dari Abah Tata Supriatna, usai  Fania ditinggal selama-lamanya oleh ibu kandungnya bernama ibu Ema.

Baca Juga: Abah Khairudin Tahun Ini Berusia 100 Tahun, Menikmati Hasil Jerih Payah Berjualan Lumpia Basah

Fania ditinggi ibunya saat dirinya masih bayi. Dirinya tidak mengetahui siapa ayahnya karena sejak dibawa Abah Tata Supriatna ayah kandungnya pergi entah kemana rimbanya serta dirinya tidak mengetahui siapa ayahnya, dan nama ayarnya sekalipun.

Yang dirinya ketahui, sejak bayi sudah diangkat anak oleh Abah Tata Supriatna. Dan Kini Fania mempunyai 5 saudara angkat yang merupakan anak kandung dari abah Tata Supriatna.

Fania pun tidak tau secara pasti mengapa Fania bisa diangkat oleh Abah Tata yang merupakan orang yang tak sedarah dengannya. Dimana saat dirinya sudah mulai memahami, baru tahu Abah Tata tidak memiliki istri, karena sudah meninggal.

Baca Juga: Indah Harjono Turut Jaga Teh Kertasari Karena Kecintaan pada Lingkungan

“Jadi Fania nggak tahu pasti gimana ceritanya, yang pasti Fania tuh diangkat jadi anak abah, pokoknya pas almarhum mama Fania, langsung diambil sama abah. Fania juga gatau ayah dimana dan ngak tahu siapa namanya. Abah pun tidak punya istri, karena istri abah sudah meninggal," cerita Fania.

Meskipun Fania tinggal dengan orang tua angkat namun Fania bisa merasakan hidup yang nyaman dan dirawat dengan baik. “Alhamdulillah Fania bisa hidup yang nyaman, intinya masa kecil Fania itu sedih karena ditinggal mamah, Fania juga gatau bapak kandung Fania dimana, tapi Fania bersyukur bisa dirawat dengan baik sama abah dan semua orang yang di rumah pada baik, Fania jadi  bisa sekolah, bisa terpenuhi kebutuhannya," sambung Fania.

Di sekolah dia selalu menyapa teman-temannya dengan penuh percaya diri. Di balik fisiknya yang terlihat normal siapa sangka ternyata Fania merupakan penderita keterbatasan intelektual atau biasa disebut tunagrahita.

Fania saat mengikuti ajang lomba tingkat nasional dan menyabet salah satu nomor katagori tata boga.
Dirinya bersekolah di SLB B/C Purnama Jalan Pahlawan Landbouw, Kampung Sindangsari, Kelurahan Cipanas Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur yang lingkungannya mendukung dia untuk bertumbuh.

“Teteh, dulu aku mah ngak sekolah di sini, aku sekolah di sekolah biasa. Tapi disana aku ngak ada teman. Tapi pas pindah ke SLB BC Purnama ini, Fania ngerasa disayangi dan di hargai sehingga merasa selalu percaya diri," ujar Fania.

Yup, sekarang Fania menjadi seorang yang percaya diri karena dukungan lingkungannya yang menyayangi dia. "Fania itu orangnya perhatian, jujur juga, suka tolong temennya, ngak tegaan, gampang sedih, tapi lebih sering ceria, ceria banget gitu ngak mau kelihatan sedih,” ujar Tyra (16) salah seorang sahabat Fania di SLB BC Purnama.

Ia merasa dihargai dan disayangi banyak orang, karena sebelum ia memutuskan untuk masuk ke sekolah SLB BC Purnama, banyak sekali orang yang mendiskriminasi dirinya, katanya ia memiliki keterbatasan dan orang tidak mau menerimanya sebagimana mestinya orang yang normal.

Fania bercerita lagi dengan percaya diri “Teteh, Alhamdulillah dengan kasih sayangnya Allah terhadap aku, aku juara satu tata boga, juara satu menari, juara satu lompat jauh, dan juara satu puisi di tingkat kabupaten," cerita Fania penuh rasa bangga.

Baca Juga: Mang Aman Cerita Tumpas Gerombolan DI TII saat Operasi Pagar Betis di Gunung Geber

“Aku punya pengalaman Teh, waktu awal-awal aku kan ikutan lomba tingkat provinsi, bikin kue ulang tahun. Tapi aku gagal karena saat-saat terakhir proses pembuatan kue aku malah nangis, dan ngak mau ngelanjutin bikin kue nya. Aku ngak tau tiba-tiba pengen nangis aja.” sambungnya.

Dibalik semua keterbatasan itu, tidak ada terbesit sedikitpun untuknya menyerah, ia mulai meraih mimpinya satu persatu dengan ambisinya menuju puncak. Dirinya ingin menjadi sesuatu yang berharga dan bermanfaat bagi banyak orang, idak ingin keterbatasannya menjadi penghambat menuju mimpinya itu.

“Aku mah Teteh meskipun aku ada kekurangan, tapi aku gamau kekurangan itu jadi bikin aku gabisa berprestasi, walaupun aku sulit dalam membaca dan terkadang aku suka gampang nangis," ujar Fania.

Dari Fania, keterbatasan bukan menjadi penghambat bagi kita menuju mimpi, akan tetapi keterbatasan adalah kelebihan untuk kita mewujudkan mimpi. Janganlah kita menganggap keterbatasan menjadi penghambat untuk menggapai kesuksesaan. Lingkungan yang baik pun menjadi pendukung dalam hidup, untuk kita bisa menjadi lebih baik lagi. (Sintianisa)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler