Pertempuran di Jalan Lengkong Patut di Kenang

- 23 Juni 2023, 09:22 WIB
Prasati Pertempuran Lengkong di pertigaan Jalan Lengkong- Cikawao KOta Bandung untuk mengengan jasa para pahlawan yang gugur.
Prasati Pertempuran Lengkong di pertigaan Jalan Lengkong- Cikawao KOta Bandung untuk mengengan jasa para pahlawan yang gugur. /Portal Bandung Timur/Ardhika Rasya Rahma Dani/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Kota Bandung yang tenang, jembatan sungai Cikapundung yang selalu didatangi orang-orang dari berbagsai daerah, tiba-tiba airnya meluap. Banjir bandang memporak-porandakan alur sungai Cikapundung yang membelah kota. Rumah-rumah yang berhimpitan sepanjang Tamansari, Braga, Lengkong, dan Pasir Salam banyak yang porak poranda.

Sungai yang sangat bersahabat menjadi sangat murka, meninggalkan tangis dan kesedihan. Di tengah kesedihan itu, datang tentara Inggris menembaki para pejuang dan masyarakat dan membah kesengsaraan mereka.

Jarang orang ketahui tentang sebuah kisah pilu kepahlawanan yang merasuk dalam sanubari. Ia tersembunyi di dalam sebuah monumen yang berdiri tegak di tengah keriuhan lalu-lalang kendaraan, bertaut di antara simpul Jalan Lengkong Besar dan Jalan Cikawao, di sana sebuah kisah perjuangan bersemayam.

Baca Juga: Bandung Lautan Api Bukan Hanya Sekedar Peristiwa Warga Mengungsi ke Selatan dan Kota di Bakar

Ialah Monumen Pertempuran Lengkong, sebuah saksi bisu dari rentetan perjuangan masyarakat setempat melawan penjajahan.

Pertempuran sengit melibatkan pasukan pemberontak yang mengusung semangat kemerdekaan, kekuatan gagah Hizbullah, pasukan pahlawan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dan Laskar Pejuang Republik. Mereka berhadapan dengan pasukan elok Gurkha Inggris yang didukung oleh NICA (Nederlandsh Indie Civil Administratie).

“Pasukan Inggris di tugaskan untuk melucuti tentara jepang yang kalah perang, memulangkan dan membebaskan tahanan di wilayah Twindorp, saat ini Lengkong Tengah, dan mejaga keamanan dan ketertiban”, cerita Mang Alex (43), seorang pegiat sejarah Kota Bandung.

Pertempuran hebat di Lengkong ini terjadi beberapa hari setelah banjir dahsyat melanda Kota Bandung. Pada bulan November 1945, sungai Cikapundung meluap, menyebabkan banjir dengan ketinggian air tiga meter di beberapa lokasi. Banjir ini mulai surut pada 25 November 1945.

Baca Juga: Peringati Peristiwa Bandung Lautan Api Oded M. Danial Ajak Hidupkan Kebersamaan

Namun, dalam prosesnya banyak warga sekitar lokasi yang terbawa arus dan meregang nyawa. Di tengah suasana duka ini, suara tembakan dari senjata NICA dan pasukan Gurkha Inggris terdengar di berbagai penjuru kota.

Pasukan Inggris yang tergabung dalam aliansi sekutu memulai strategi pemisahan Kota Bandung dengan memerintahkan Gubernur Jawa Barat saat itu untuk segera mengungsikan penduduk pribumi dari Bandung Utara ke wilayah selatan sebelum 29 November 1945. Akan tetapi, pada tanggal 28 November 1945, tentara Inggris tiba-tiba mengusir paksa penduduk pribumi dari Bandung Utara dengan bantuan pasukan Gurkha, menyebabkan kemarahan yang membakar masyarakat setempat.

Pada permulaan Desember 1945, Inggris memutuskan untuk melancarkan serangan terhadap wilayah selatan Bandung yang pada saat itu padat penduduk. Ketegangan pun meletus di Jalan Lengkong, dimana pertempuran meletus mulai dari persimpangan Jalan Lengkong Besar-Cikawao hingga perempatan Jalan Lengkong Besar-Ciateul-Pungkur.

Monumen senjata Karabin dan bambu runcing di pertigaan Jalan Lengkong dan Cikawao untuk mengenang pertempuran 6 Desember 1945.
Monumen senjata Karabin dan bambu runcing di pertigaan Jalan Lengkong dan Cikawao untuk mengenang pertempuran 6 Desember 1945.
Warga Bandung, bersama dengan pejuang gagah dari Batalyon II Sumarsono, dengan berani melawan dan menghadang konvoi pasukan sekutu Inggris. Dalam pertempuran yang hebat itu, korban jiwa tak terelakkan, sementara bangunan-bangunan di sekitar kawasan itu juga ikut hancur termakan ganasnya pertempuran.

Tanggal 6 Desember 1945 menjadi hari terberat perjuangan para pejuang di Lengkong. Pasukan Inggris melancarkan serangan membabi buta dari pukul enam pagi hingga matahari tenggelam. Di medan perang yang memanas, pasukan Inggris menjelma sebagai pelindung gagah yang dikelilingi oleh kendaraan perang kokoh berupa tank pantser dan sejumlah truk.

Ketika mereka tiba di persimpangan Lengkong Besar-Cikawao, takdir menghadirkan tantangan yang luar biasa. Para pejuang setempat, yang hanya bersenjatakan sederetan alat tajam seperti golok, bambu runcing, pedang, dan bahkan molotov, memenuhi udara dengan seruan teguh "Allahu Akbar." Meski dengan senjata yang sederhana, semangat para pejuang ini mampu menggoyahkan pasukan Inggris yang tangguh itu.

Untuk menjaga keamanan pasukan infanterinya, yang semakin terdesak oleh keberanian pejuang yang tak kenal takut, pasukan sekutu dengan sigap mengirimkan bantuan udara. Pesawat-pesawat pengebom B-25 dan pesawat pemburu F-51 Mustang tiba dengan keperkasaan. Mereka meluncurkan serangan dahsyat untuk menghancurkan barisan pejuang. “Menurut beberapa laporan, terdapat 84 orang tewas sebagai pejuang, 181 orang luka berat, dan 44 orang luka ringan,” ujar Mang Alex.

Setelah waktu berlalu, suatu momen yang tak terlupakan terungkap pada tahun 1995 saat monumen senjata mesin ini diresmikan oleh Wali Kota Bandung yang terhormat, Wahyu Hamidjaja. Monumen tersebut berdiri sebagai simbol keabadian untk memperingati pertempuran heroik para pahlawan melawan pasukan tentara Belanda (NICA) dan Inggris yang melahirkan luka dan penderitaan yang mendalam.(Ardhika Rasya Rahma Dani)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah