Google Doodle Hari Ini, 90 Tahun Pebatik Surakartaan Go Tik Swan Hardjono

11 Mei 2021, 14:11 WIB
Google Doodle hari ini Selasa 11 Mei memperingati 90 tahun KRT Go Swan Tik Hardjonagoro /tangkapan layar Google Nodle

PORTAL BANDUNG TIMUR - Ilustrasi Google Doodle hari ini, Selasa 11 Mei 2021 berupa gambar pria menggenakan blangkon dan lengkap dengan beskap layaknya pembesar orang Jawa. Bentangan tulisan Google yang dipegangnya berupa motif kain batik khas Surakartaan dengan dominasi warna hitam dan coklat bata.

Gambar dari ilustrasi Google Doodle tersebut tiadalain adalah Go Tik Swan seorang warga keturunan yang lebih dikenal dengan nama Hardjonagoro atau dengan nama pendek Hardjono. Dia adalah tiada lain, seniman budayawan kenamaan Surakarta-Solo.

Berkat jasa-jasanya menyelamatkan budaya Jawa, khususnya budaya Keraton Surakarta-Solo oleh Susuhunan Paku Buwana XII dianugerahi bintang jasa Sri Kabadya III. Sejak itu Hardjono Go Tik Swan dikenal sebagai Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Hardjonagoro.

Baca Juga: Ada Saidjah dan Adinda di  Museum Multatuli Lebak Banten

KRT Hardjonagoro atau KRT Hardjono merupakan seorang cucu Luitenant der Chinezen van Soerakarta, atau warga keturunan Tionghoa cabang atas Jawa, Priyayi Tionghoa Solo.

Kakek Buyut Hardjono Go Tik Swan, bernama Tjan Sie Ing, di kenal sebagai Luitenant der Chinezen van Soerakarta, merupakan orang pertama yang mendapat pacht (hak sewa) atas pasar yang paling besar di Surakarta, Pasar Hardjonagoro. Karenanya, untuk mengenang kakek buyutnya Go Tik Swan menyematkan nama Jawa-nya, Hardjonagoro.

Sementara kecintaannya akan budaya Jawa, khususnya Surakarta didapat dari darah ayah ibunya, Tjan Khay Sing seorang pengusaha batik di Kratonan yang mempekerjakan 1.000 orang. Karenanya, ketika sedang menari di Istana Negara diminta secara khusus oleh Ir. Soekarno untuk membuat Batik Indonesia, saat diketahui dirinya sebagai pewaris pengrajin batik Surakarta-Solo, KRT Hardjonagoro menyaggupinya dan meninggalkan bangku kuliah di Satra Jawa Universitas Indonesia.

Karena sejak kecil sudah menjalin hubungan dengan keluarga Kraton Solo. Bahkan saat usia remaja telah belajar menari Jawa Klasik dari Pangeran Hamidjojo, putra Paku Buwana X, maka saat kembali ke Solo sangat mudah untuk masuk ke lingkungan keluarga Kraton Solo.

Baca Juga: Gus Ami, Umat Islam di Al-Aqsa Diserang Jangan Hanya Bisa Mengecam  

Hubungannya yang akrab dengan keluarga kraton Solo memungkinkan Go Tik Swan Hardjono belajar langsung pola membatik dari ibunda Susuhunan Paku Buwana XII. Dari Ibunda  Susuhunan Paku Buwana XII, Go Tik Swan Hardjono membatik pola-pola batik pusaka.

Pola-pola batik langka yang tadinya tidak dikenal umum maupun pola-pola tradisional lain digalinya dan dikembangkannya tanpa menghilangkan ciri khas. Kemudian pola batik tradisi tersebut dikembangkan Go Tik Swan Hardjono dengan memberinya warna-warna baru yang cerah, bukan hanya coklat, biru dan putih kekuningan seperti yang lazim dijumpai pada batik Solo-Yogya, hingga lahirlah yang disebut ‘Batik Indonesia’ corak-corak batik yang dikenal pada masa sekarang ini.

Di masa Ir. Soekarno masih menjadi presiden, kalau ada tamu negara datang, maka Go Tik Swan sebagai anggota Panitia Negara Urusan Penerima Kepala Negara Asing bertanggung-jawab menyelenggarakan pameran batik di Istana Negara. Hingga batik Indonesia, khususnya karya Harjonagoro banyak yang menjadi koleksi museum-museum di Eropa, Amerika, Australia maupun koleksi pribadi orang-orang yang menghargai batik bermutu tinggi.

Baca Juga: Menyusur Jejak Peradaban Sunda di Museum Ki Pahare Kabupaten Sukabumi

Seperti halnya para seniman dan budayawan serta orang dekat dengan Soekarno, hal yang sama dialami oleh Go Tik Swan Hardjono  setelah  Soekarno meninggal. Dirinya sempat kehilangan gairah merancang batik bahkan merasa tersisih, tidak dihargai dan jerih payahnya sia-sia.

Dalam buku Khasanah Batik Indonesia disebutkan Go Tik Swan Hardjono  bahwa kalau pujangga R.Ng.Ranggawarsita menyatakan protesnya terhadap situasi dengan ‘Serat Kala Tida’ dan komponis Gesang dengan lagu Caping Gunung (yang mengingatkan para pejuang bahwa mereka diberi tempat berteduh dan nasi jagung oleh para petani di desa tapi setelah merdeka melupakan desa).

“Maka protes berupa batik kembang bangah. Kembang bangah adalah bunga yang tumbuh di comberan. Karena mekar di tempat kotor dan berbau busuk, ia dijauhi orang,” terang Go Tik Swan Hardjono.

Eksistensinya terhadap seni membatik berikut nilai-nilai filosofi yang terkandung didalamnya membuat para pembatik menjadikan Go Tik Swan Hardjono sebagai Tokoh Batik Indonesia. Wajar kiranya kalau pada hari kelahiran Go Tik Swan Hardjono 11 Mei (11 Mei 1931 -5 November 2008) dijadikan Google Doodle. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler