Petani Bahuma Banjarbaru Kalimantan Selatan dan Wabah Corona

- 23 Mei 2021, 04:30 WIB
Kondisi bahuma di Campaka, Banjarbaru Kalimantan Selatan pada masa pandemi Covid-19 masih terjaga.
Kondisi bahuma di Campaka, Banjarbaru Kalimantan Selatan pada masa pandemi Covid-19 masih terjaga. /Foto :Istimewa

PORTAL BANDUNG TIMUR - Menjamah aspal dengan menaiki sebuah motor kecil matic menuju Cempaka di kota Banjarbaru dataran Kalimantan Selatan sebuah tempat pekebunan pertanian. Tanpa terasa waktu berlalu,  aspal, hutan, rumah-rumah kecil telah terlewat dengan begitu cepat.

Sesampainya diperkebunan berlanjut berjalan kaki menelusuri tanah setapak untuk memasuki area pertanian. Pohon yang rindang, angin yang berhembus kencang seakan memberi sapaan dengan rasa yang nyaman.

Sejuknya tak bisa dipungkiri. Mungkin ini kenikmatan sebuah alam yang belum ternodai polusi.

Langkah demi langkah di jalan tanah setapak hingga mulai melihat beberapa orang beraktivitas bercocok tanam. Didalam kebun pertanian berkenalan seorang petani bernama Yusuf umurnya 60 tahun.

Dilihat dari kejauhan, terlihat  Yusuf yang sedang bercocok tanam padi atau masyarakat Banjar menyebutnya dengan istlah ‘Bahuma’. Selang beberapa menelusuri dan memperhatikan keadaan aktivitas pertanian disana, dihampiri seorang petani yang mendatangi ketempat istrahatnya atau isitilah bahasa Banjarnya lampau.

Baca Juga: Kota Bandung ‘Masih’ Banjir, Depan Gedung Sate dan Gedung Merdeka

Ucapan sapa mulai keluar dari petani dan kami mulai bercengkarama satu sama lain di lampau. Duduk santai dan menunggu sang petani membuatkan segelas kopi lalu menikmatinya berdua, tak lepas dengan sebatang rokok yang dibakar hingga merasa sempurna dengan angin yang deras dihiasi pepohonan yang rindang diladang pertanian seperti ini.

Pembicaraan mulai ramai saat menanyakan sebuah keadaan bagaimana musim panen tahun ini, karena sebelumnya ditempat pertanian tersebut terendam banjir. Tapi tak masalah sekarang sudah bisa dibawa kompromi antara alam dengan cocok tanam kata beliau.

Bicara kesana kemari, namun ada yang mengganjal di pikiran penulis dari tadi merasa para petani disini tidak memakai masker. Ya hampir semua petani tidak memakainya, mau bertanya secara langsung rasanya kurang sopan tapi yasudahlah rasa penasaran lebih tinggi daripada menerka-nerka atau menceramahi beliau tentang sebuah virus corona.

Selang beberapa waktu, penulis mulai memberanikan diri menanyakan kepada beliau tentang yang mengganjal dalam pikiran saya. “Pak kenapa tidak pakai masker, bukannya keadaan saat ini lagi ramai dengan keadaan virus corona?”.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x