Network
PORTAL BANDUNG TIMUR - Dalam hadist riwayat Abu Dawud dan Nasa’i disampaikan, "Bulan Syaban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Syaban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.”
Bulan Sya’ban merupakan bulan ke delapan dalam penanggalan Islam atau kalender Hijriah. “Meskipun tidak termasuk salah satu dari empat bulan suci menurut Islam, bulan Sya'ban adalah bulan yang sangat penting bagi Nabi Muhammad Shalallahu allaihi wassalam, salah satunya adalah peristiwa dimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shalallahu allaihi wassalam,untuk merubah arah kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Harram,” ujar Ustad Didi Saefulloh seorang pemuka agama di Palasari Kecamatan Cibiru Kota Bandung.
Disebutkan sejumlah Mufassir, sejak menjalankan Isra dan Miraj untuk menerima perintah sholat pada 27 Rajab pada tahun ke 11 kenabian Nabi Muhammad Shallallahu allaihi wassalam terus berdoa dan bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan menegadahkan wajah ke langit.
Baca Juga: Yana, Kehadiran Kolam Retensi dan Flyover Dampaknya Sangat Dirasakan Warga Kota Bandung
“Dikalangan Mufassir disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu allaihi wassalam berdoa dengan menghadap wajah ke langit karena merasa tidak enak harus berdoa ke arah yang sama dengan kaum Yahudi ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem. Dan di bulan Sya’ban inilah turun firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Al Baqarah ayat 144 agar Nabi Muhammad Shallallahu allaihi wassalam merubah arah kiblat dari Baitul Maqdis Masjidl Aqsa di Yerusalem ke Baitullah Masjidl Harram di Makkah atau dikenal dengan peristiwa Rashdul Qiblah,” ujar Ustad Didi Saefulloh.
Adapung firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalm surah Al Baqarah ayat 144 berbunyi, Qad nara taqalluba waj-hika fis-sama, fa lanuwalliyannaka qiblatan tardaha fa walli waj-haka syaṭral-masjidil-haram, wa haisu ma kuntum fa wallu wujuhakum syatrah, wa innallazina utul-kitaba laya'lamuna annahul-ḥaqqu mir rabbihim, wa mallahu bigafilin 'amma ya'malun.
Yang artinya; “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Baca Juga: Jokowi Resmikan Kolam Retensi dan Floodway, Baleendah dan Dayeuhkolot Diharapkan Tidak Lagi Banjir
Perpindahan arah kiblat atau Rashdul Qiblah, dikalangan Mufassir terjadi pada pertengahan bulan Sya’ban, dimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengangkat amal hamba-hambanya. “Di bulan Sya’ban pada malam Nisfu Sya’ban merupakan waktu yang diyakini sejumlah ulama untuk melaksanakan amalan-amalan seperti sedekah, tahajud, berdoa, istighfar, membaca Alquran dan lainnya,” ujar Ustad Didi Saefulloh.
Di malam Nisfu Sya’ban yang berdasarkan pengumuman LF PBNU Nomor 012/LF–PBNU/II/2023 dikeluarkan pada Senin 20 Februari 2023, awal bulan Sya’ban 1444 Hijriah bertepatan dengan Rabu Wage 22 Februari 2023 Masehi atau mulai malam Rabu atas dasar Istikmal. Karena 1 Sya'ban 1444 Hijriah bertepatan pada Rabu, 22 Februari, maka Nisfu Sya’ban pada 15 Sya'ban 1444 Hijriah bertepatan pada Rabu, 8 Maret 2023 atau mulai Selasa, 7 Maret 2023, malam.
