Antisipasi Masuk Virus Marburg, Kemenkes Lakukan Rapid Risk Assessment Masyarakat Diminta Waspada

4 April 2023, 15:03 WIB
Ilustrasi virus Marburg. Kemenkes antisipasi masuknya virus Marburg dari Guinea Ekuatorial dengan melakukan rapid risk assessment. /Foto : Pixabay/kjpargeter/

PORTAL BANDUNG TIMUR -  Sejak dirilis laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) Senin 13 Februari 2023 hingga kini belum dilaporkan kasus atau suspek penyakit Marburg di Indonesia. Kementerian Kesehatan lakukan penilaian risiko cepat atau rapid risk assessment, kemungkinan adanya importasi kasus virus Marburg di Indonesia adalah rendah.

Dalam keterangannya,  Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengingatkan pemerintah dan masyarakat jangan sampai lengah terhadap virus tersebut.  “Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” ujar Mohammad Syahril sebagaimana dikutip dari laman kemenkes.go.id, Selasa 4 April 2023.

Pemerintah Indonesia menurut Mohammad Syahril, telah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen P2P nomor HK.02.02_C_853_2023, tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait untuk waspada terhadap virus Marburg.

Baca Juga: 2 Tahun Sudah Berdampingan dengan Corona Virus Disease

“Virus Marburg atau filovirus merupakan salah satu virus paling mematikan dengan fatalitas mencapai 88%. Penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi,” terang Mohammad Syahril.

WHO telah menerima laporan kasus penyakit Marburg yang berasal dari Guinea Ekuatorial pada Senin 13 Februari 2023. Terdapat 9 kematian dan 16 kasus suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem dengan gejala berupa demam, kelelahan atau fatigue, muntah berdarah, dan diare.

Dari 8 sampel yang diperiksa, 1 sampel dinyatakan positif virus Marburg. Kejadian Luar Biasa (KLB) di Guinea Ekuatorial yang terjadi diperkirakan telah dimulai sejak 7 Februari 2023.

Virus ini satu family dengan virus ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus Marburg.

Baca Juga: WHO, Penularan Omicron dan Varian Virus Corona Lainnya Sulit Terkendali

Menurut Mohammad Syahril, Marburg menular lewat cairan tubuh langsung dari kelelawar atau primate. “Kelelawar host alami virus Marburg yaitu Rousettus aegyptiacus bukan merupakan spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di Indonesia, namun Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini,” jelas Mohammad Syahril.

Untuk gejalanya menurut Muhammad Syahril,  mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal ini, menyebabkan penyakit virus Marburg susah diidentifikasi.

Gejala tersebut berupa demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina atau melalui muntah dan feses yang muncul pada hari ke-5 sampai hari ke-7.

Belum ada vaksin yang tersedia di dunia, vaksin masih dalam pengembangan. Saat ini ada 2 vaksin yang memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen. “Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” pungkas dr. Mohammad Syahril.***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler