Budayawan dan Sastrawan Soni Farid Maulana Telah Berpulang

- 27 November 2022, 07:53 WIB
Ekspresi Budayawan dan Sastrawan Soni Farid Maulana saat membaca karyanya di pentas.
Ekspresi Budayawan dan Sastrawan Soni Farid Maulana saat membaca karyanya di pentas. /Foto : Dokumen pribadi/

Hal tersebut menempa Soni menjadi seorang penyair yang produktif setelah dewasa. Bahkan, ia juga menulis juga dalam bahasa Sunda. Saat neneknya meninggal tahun 1976, untuk mengenangnya, Soni Farid Maulana menciptakan puisi "Di Pemakaman".

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin Ingatkan Tenaga Kesehatan Fokus Tangani Korban Bencana Gempa Bumi Cianjur

Soni menikah dengan Heni Hendrayani pada 19 Februari 1990 dan dikaruniai tiga anak. Dia telah menyelesaikan pendidikannya di ASTI Bandung tahun 1986. Setelah itu, Soni bekerja sebagai wartawan Pikiran Rakyat, Bandung akhir Februari 1990.

Meski sudah memiliki pekerjaan tetap, Soni Farid Maulana masih aktif menulis sajak dalam Suara Pembaharuan, Pelita, Suara Karya Minggu, Pikiran Rakyat, Republika, Gelora, Horison, Hikmah Mitra Desa, Mutiara, Ulumul Qur'an, dan Citra Yogya.

Sejumlah karya Soni Farid Maulana antara lain, kumpulan puisi berjudul Bunga Kecubung (1989), Dunia Tanpa Peta (1985), Krematorium Matahari (1985), Para Penziarah (1987), Matahari Berkabut (1989), Guguran Debu (1994), Panorama Kegelapan (1996), Lagu dalam Hujan (1996), dan Sehabis Hujan (1996).

Juga dalam buku Angsana (Ultimus, 2007), Sehampar Kabut (Ultimus, 2006), Secangkir Teh (Grasindo, 2005), Variasi Parijs van Java (Kiblat, 2004), Tepi Waktu Tepi Salju (Kelir, 2004), Selepas Kata (Pustaka Latifah, 2004), Kalakay Mega (1992), dan Peneguk Sunyi (2009).

Baca Juga: Pemerintah Anjurkan Masyarakat Lakukan Vaksin Covid-19 Dosis ke Empat atau Booster Kedua

Sejumlah puisinya juga dimuat dalam antologi bersama, antara lain, Tonggak jilid 4 (1987), Malam 1000 Bulan (1992), Seratus Sajak Sunda (1992, Ed. Abdullah Mustappa), Orba (1993), Dari Negeri Poci 2 (1994, ed. F. Rahadi), Sajak Sunda Indonesia Emas (1995, ed. Abdullah Mustapa dan Taufik Faturohman).

Dua kumpulan puisinya,Sehampar Kabut masuk dalam Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2005-2006, dan Angsana masuk dalam Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2006-2007. Sebagai jurnalis pun Soni Farid Maulana mendapat hadiah dari PWI Pusat, yakni Anugerah Jurnalistik Zulharmans pada tahun 1999 atas sebuah esai yang ditulisnya berjudul Penyair Taufiq Ismail Peka Sejarah.

Pada tahun yang sama, Soni Farid Maulana juga mendapat Hadiah Sastra LBSS untuk sebuah puisi Sunda yang ditulisnya. Selain mendapat penghargaan, puisi-puisi yang ditulisnya banyak yang dibahas, baik dalam bentuk esai, skripsi, maupun disertasi. Salah seorang penulis asing yang menulis puisi Soni Farid Maulana untuk disertasinya adalah Ian Campbell dari Australia.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x