Seperti kawasan pendidikan, beberapa toko buku yang ada di beberapa titik dulu . kini seiring berjalannya waktu yag semakin banyak digitalisasi. Pedagang buku pun satu persatu mulai gulung tikar lantaran para pembaca yang banyak beralih ke format ebook.
Dari sekian banyak toko buku yang pernah ada, hanya ada beberapa toko buku yang masih bertahan sampai saat ini. Salah satunya perpus legendaris di kalangan mahasiswa perpustakaan Batu Api.
“Ebook – kan Kebanyakan Berbahasa inggris sementara mahasiswa banyaknya suka referensi yang berbahasa Indonesia karena mudah di pahami. Jadi referensi bahasa Inggrisnya hanya pelengkap saja, makanya sampai sekarang Batu Api bisa bertahan,” papar pria lulusan Universitas Padjajaran 1987.
Secara garis besar buku-buku yang dikoleksinya jenis buku humaniora, agama, sastra, filsafat geografi, sains populer antropologi dan beberapa buku kiri. Para pengunjung yang datang bukan saja dari mahasiswayang ada di kawasan Jatinangor tapi banyak juga mahasiswa ataupun umum dari luar Jatinangor dengan berbagai latar Belakang dan Kebutuhannya.
Baca Juga: Museum Galunggung, Kekhawatiran Akan Sejarah yang terlupakan
Tidak hanya buku koleksinya, Perpustakaan Batu Api juga mengoleksi ribuan judul film dan musik dari berbagai negara lengkap dengan literasinya. “ Tiga yang kita koleksi, buku, musik dan film, untuk musik semisal tradisi Indonesia dari berbagai zaman dari era tahun 1920 –an hingga 1950- an, juga ada musik tradisi pegunungan Andes di Amerika Latin, musik dari Ruwanda dan banyak lagi,” terangnya.
Perpustakaan Batu Api menurut pengakuan Anton Solihin berdiri pada 1 April 1999. Alasan didirikannya Perpustakaan Batu Api berawal dari hobi membacanya. Pada masa lalu, tempat yang menjadi favoritnya di era tahun 90an, yakni British Council di jalan Tamblong, Kota Bandung.
Menurut Anton Solihin, British Council dipilihnya bukan tanpa alasan. “Karena koleksi bukunya yang begitu banyak dan sangat berbeda dengan koleksi perpustakaan pada umumnya,” aku Anton Solihin.