Sandiwara Tradisional, Hirup Teu Neut Paeh Teu Hos

- 13 Oktober 2020, 09:14 WIB
SALAH satu adegan sandiwara tradisional Indramayu Masres yang ditampilkan kelompok Galu Ajeng (Gawil Grup)asal Desa Celeng, Kec. Lohbener Indramayu, dengan cerita, “Karomah Banyu Sumur Tiris” yang disadur dari Babad Dermayu.***
SALAH satu adegan sandiwara tradisional Indramayu Masres yang ditampilkan kelompok Galu Ajeng (Gawil Grup)asal Desa Celeng, Kec. Lohbener Indramayu, dengan cerita, “Karomah Banyu Sumur Tiris” yang disadur dari Babad Dermayu.*** /Heriyanto Retno

Niat untuk kembali mengibarkan pamor Sandiwara Sunda bersama Yayat dengan grup Epita dan Wa Kabul Ringkang Gumiwangnya hingga kini terus dilakukan. Salah satu bukti, pertunjukan Sandiwara Sunda Masiytoh yang digelar selama sebulan penuh mampu menyedot 9 ribu lebih penonton.

Kondisi serupa bukan hanya dialami Wa Kabul di Kota Bandung, tapi juga didaerah lainnya. “Kami terus melakukan pendataan terhadap kelompok seni sandiwara tradisional yang nyaris dan akan punah disejumlah daerah, seperti Masres dari Cirebon dan Indramayu,” ujar Kepala Seksi Atraksi Seni Budaya UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, Iwan Gunawan.

Dari hasil pendataan, sekitar 10 grup kesenian Masres yang masih ada pada tahun 2016, kini (2019) tinggal 6 grup yang masih mendominasi panggung teater. Meskipun usia mereka rata-rata sudah tua, namun masih mampu manggung dua kali dalam satu hari di wilayah Indramayu.

Baca Juga: Pendapatan Selangit Para Idol K-Pop Yang Merangkap Sebagai Youtuber

Masih bertahanya kesenian teater tradsional Masres hingga saat ini menurut Iwan dikarenakan masyarakat masih menris ggemarinya. Masyarakat bisa bertahan hingga semalam suntuk seperti menyaksikan pegelaran wayang kulit atau wayang golek bila menyaksikan pegelaran Masres dengan lakon mistik atau sejarah masa lalu yang dibumbui bodoran atau lawakan serta lagu-lagu khas Panturaan.

Seperti yang dipertunjukan kelompok sandiwara Masres Galu Ajeng (Gawil Grup)asal Desa Celeng, Kec. Lohbener Indramayu, beberapa waktu lalu, yang membawakan cerita, “Karomah Banyu Sumur Tiris”. Secara bahasa dan cerita yang disadur dari Babad Dermayu. Meski dialog disampaikan menggunakan bahasa Jawa Ora (Jawa Indramayu), namu karena alur cerita sangat sederhana membuat penonton mudah memahami, apalagi dengan disertai bodoran khas Panturaan.(heriyanto)***

Baca Juga: Memulai Usaha Di Rumahan Jadi Pilihan

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x