Abdul Hamid Shiddiqi Sumbangsih Bagi Filsafat Sejarah

30 Januari 2024, 21:35 WIB
A Philosophical Interpretation Of History salah satu buku monumental karya Abdul Hameed Siddiqui. /Tangkapanlayar Book Story/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Filsafat sejarah di Barat mengalami perkembangan yang mana ditandai dengan kemunculan tokoh-tokoh seperti Augustinus, Conte , Spenger, Hegel, Marx dan Toybe. Sedangkan di islam, setelah kemunculan Ibnu Khaldu pada abad XIV tidak di ikuti oleh pemikir dan generasi muslim selanjutnya.

Padahal dalam islam sebagai pandangan hidup yang paripurna dan merupakan metode hidup yang lengkap, inovatif dan kreatif tidak boleh hanya berhenti dan berpuas  pada kenyataan yang telah ada. Akhirnya pada paruh pertama abad XX muncul  pemikiran-pemkiran muslim yang kembali mengembangkan keilmuan sejarah  dan filsafat sejarah seperti Malik bin Nabi, Fazlur Rahman , Ali Syari’ati, dan Abdul Hameed Siddiqui yang dalam ejaan Indonesia dikenal dengan nama Abdul Hamid Shiddiqi .

Selanjutnya Al-Qur’an sebagai kitab suci islam , baik secara tersirat maupun tersurata , banyak ayat-ayatnya yang mengandung masalah sejarahan, sehingga dapat dijadikan sebagai ta’kid atau penguat bahwa tidak ada alasan untuk tidak berpedoman kepada Al-Qur’an dalam masalah keilmuan, terkhusus pada bidang filsafat sejarah .

Metode dan Teori

Metode dan teori yang di ambil dari pembahasan menggunakan teori aksiden. Namun tidak menjadi teori tetap malah terus mengalami  perkembangan para sejarawan awalnya menyajikan metode dekomentasi  kemudian beralih pada metode historis sitematis. Yaitu dengan menyajikan suatu  peristiwa sejarah tertentu dikaitkan dengan peristiwa lain dan setiap kasus dicari kejelasannya melalui kasus lain untuk kemudian dideskripsikan.

Namun menurut Abdul Hamid Shiddiqi metode tersebut tidak memuaskan sehingga sebagai sejarawan mengacu pada teori aksiden yang menerangkan bahwa totalitas wujud manusia merupakan suatu proses tunggal. Adapun peristiwa-peristiwa sejarah yang ada hanya di anggap sebagai kenyataan sepintas .

Pemikiran Abdul Hamid Shiddiqi

Pemikiran kesejarahan dari Abdul Hamid Shiddiqi tertuang dalam buku  Philosophical Interpretations of history. Buku ini diterjemahkan dalam Bahasa Arab kemudian bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Filsafat Sejarah.

Pandangan Abdul Hamid Shiddiqi mengenai filsafat sejarah dalam bukunya menjelaskan, memetakan dan melakukan kritik atas tokoh filsafat sejarah dari barat seperti Hegel, Marx dan mengkrtikik pemikiran evolusionisme Darwin.

Abdul Hamid Shiddiqi memberikan ulasan secara umum dengan memberikan kritik berdasarkan pandangan Al-Qur’an dan menilai pemikiran materalisme dan sekuralisme berbahaya bagi umat islam. Adapun dalam kesejarahan terutama untuk filsafat sejarah.

Abdul Hamid Shiddiqi memberikan penafsiran sejarah yang didasarkan dari Al-Qur’an,  diantaranya aspek yang diungkapkan  bahwa persoalan dan peran moralitas manusia sebagai unsur sejarah yang utama. Filsafat sejarah berpangkal dari keinginan untuk mendapatkan jawaban atas dua soal esensial yaitu mengapa dan bagaimana.

Menurut Abdul Hamid Shiddiqi kemajuan dan kemunduran setiap bangsa bergerak  dalam hukum yang pasti sehingga tidak berjalan serampangan ,tetapi teratur dan terpola. Suatu bangsa atau Masyarakat di dunia akan mencapai puncak kejayaan  dan kemakmuran krektivitas dan moral manusia. Kemunduran dan kemerosotan suatu bangsa di sebabkan karna dua faktor .

Faktor utama yang disebab kan oleh kerusakan dan evolutif yaitu kerusakan secara berharap atau secara perlahan-lahan dalam berbagai aspek kehidupan Masyarakat dan negara. Faktor ke dua disebabkan adanya gejala atau tanda-tanda kearah kehancuran yang tidak bisa dihindarkan di suatu masyarakat maupun negara dan bangsa ,sehingga kehancuran hanya tinggal menunggu waktu.

Terkait dengan hal tersebut Abdul Hamid Shiddiqi mengungkapkan, “Dan kehidupan ini ada hukum-hukum yang laras, dalam mana kekuasaannya berlaku serta bergerak kedepan dan ke belakang. Inilah sebabnya mengapa  ketika mencermerlangkan suatu bangsa tertentu ada pula bangsa lainnya yang  menurun.

Kemajuan atau kemunduran bangsa-bangsa itu bergerak di seputar hukum yang pasti dan karenanya taka da sesuatu pun yang berjalan secara serampangan. Bangsa-bangsa di dunia ini akan mencapai puncak kemajuan dan kemakmuran setelah terlebih dahulu mengembangkan dalam dirinya sifat-sifatnya khusus. Sebaliknya bangsa-bangsa yang mengalami kemunduran terlebih dahulu telah di rasuki oleh kelemahan kelemahan yang menggerogoti sendi-sendi kemasyarakatan dan melumpuhkan daya hidupnya.

Apa yang diungkapkan Abdul Hamid Shiddiqi sesuai dengan maksud Al-Qur’an surah Al-Anfal ayat 53, yang artinya “Yang demikian itu adalanh karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada sesuatu kaum. Hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan sesungguhnya Allah maha Mendengar lagi maha Mengetahui."

 “Kejadian ini yaitu menyiksa orang-orang Quraisy adalah karena mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah. Ketika Allah menggutus seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya, lalu mereka mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi terus-menerus.

Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Yang demikian ini membuktikan sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.

Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat pemberian Allah yang diberikan kepada umat atau perorangan. Selalu dikaitkan  kelangsungannya dengan akhlak dan amal mereka itu sendiri.

Jika akhlak dan perbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah itu pun tetap berada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Allah tidak akan mencabutnya, tanpa kezaliman dan pelanggaran mereka. Akan tetapi, manakala mereka sudah mengubah nikmat-nikmat itu yang berbentuk akidah, akhlak, dan perbuatan baik, maka Allah akan mengubah keadaan mereka dan akan mencabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga yang kaya jadi miskin yang mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah.

Dan bukanlah sekali-kali kebahagiaan umat itu dikaitkan dengan kekayaan atau jumlah anak yang banyak seperti disangka oleh sebagian besar kaum musyrikin yang diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.(Saba/34: 35)

Demikian keluhuran suatu umat tidak dikaitkan dengan keturunannya atau keutamaan nenek moyangnya, seperti yang diakui oleh orang-orang Yahudi. Mereka tertipu dengan keangkuhannya bahwa mereka dijadikan Allah sebagai umat pilihan melebihi umat-umat yang lain, karena dikaitkan kepada kemuliaan Nabi Musa a.s.

Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui apa yang diucapkan oleh orang-orang yang mendustakan rasul-rasul itu, Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka tinggalkan dan pasti akan memberi balasan yang setimpal dengan perbuatannya.

Karena itu, faktor-faktor fundamental yang menjadikan perubahan di masyarakat atau suatu bangsa lebih banyak ditentukan faktor morolitas seseorang dan kelompok masyarakat atau bangsa bersangkutan. Tidak terjadi perubahan positif atau negatif atas mereka kecuai disebabkan perubahan jiwa dari diri bangsa yang bersangkutan.

Sehingga untuk bangkit dan Kembali menuju kejayaan diperlukan cita-cita ideal yang di usung bersama dan akan menjadi pemersatu dalam menjaga dan membangun Masyarakat dengan berbagai kreaktivitas tyang fositif . Selain sifat-sifat untuk berlaku benar dalam setiap saat, tulus ,Ikhlas. Kasih dan pemaaf ,keberanian sabar dan Tangguh dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran .

Tentang Abdul Hamid Shiddiqi

Abdul Hamid Shiddqi adalah seorang sarjana Ekonomi. Ia tidak hanya belajar pada satu bidang saja akan tetapi juga pada bidang lainya seperti sejarah, politik dan hukum. Selain sebagai sarjana ekonomi ia juga seorang magister filsafat di Punjab University. Ia pernah menjabat sebagai Anggota Badan Riset Islam Pakistan dan juga mengajar di beberapa perguruan tinggi keamanan di negerinya.

Abdul Hamid Shiddiqi  berpendapat bahwa kemajuan dan kemunduran setiap bangsa bergerak di seputar hukum yang pasti sehingga tidak ada satupun yang berjalan tidak beraturan. Menurutnya kemunduran terjadi karena dua hal yaitu pertama, karena adanya kerusakan yang evolutif. Kedua, karena gejala tindakan kebejatan dan keboborkan moral yang tidak disadari oleh suatu bangsa.

Abdul Hamid Shiddiqi lahir pada 21 Mei 1923 di Gunjanwala, Punjab, Pakistan. Abdul Hamid Shiddiqi adalah seorang intelektual Islam yang menempuh Pendidikan  master di Universitas Punjab, Lahore.

Setelah lulus Abdul Hamid Shiddiqi mengajar di Gujranwala dan menjadi editor majalah Tajruman Al-Qur,an. Selanjutnya Abdul Hamid Shiddiqi mengajar sekaligus dikukuhkan sebagai guru besar bidang filsafat sejarah di Universitas Karachi. Pernah menjadi anggota badan riset Islam Pakistan dan angota partai politik Jemaah Islam Pakistan.

Karya -karya tulis belitau begitu banyak salahsatu tulisnya yang terkenal adalah life of Muhammad (Lahore, 1969), Menerjemahkan sahih Muslim dalam Inggris dan Urdu (Lahore,1979), Philosophical Interpretations of history (Lahorhe 1969) , Prayers of Religion adits Revival (Kazi publications, 1980) dan lainnya . (Fahlia Sari Muzakiah)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler