Jawa Barat Kaya Bangunan Cagar Budaya

- 5 Desember 2020, 10:00 WIB
GEDUNG Sate  yang didirikan tahun 1920 merupakan salah satu bangunan monumental dan langka karena memiliki langgam arsitekturnya menyerupai bangunan Italia di zaman Renaissance, yang anggun, megah dan monumental.
GEDUNG Sate yang didirikan tahun 1920 merupakan salah satu bangunan monumental dan langka karena memiliki langgam arsitekturnya menyerupai bangunan Italia di zaman Renaissance, yang anggun, megah dan monumental. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

Keraton Kasepuhan, Cirebon, didirikan oleh Pangeran Cakrabuana pada masa perkembangan Islam atau sekitar tahun 1529. Pada awal dibangunnya Keraton Kasepuhan merupakan perluasan dari Keraton Pakungwati yang merupakan keraton tertua di Cirebon.

Baca Juga: Video Porno; Nyandu, Iseng atau Gejala Kejiwaan?

Keraton Pakungwati yang terletak di sebelah timur Keraton Kasepuhan, dibangun oleh Pangeran Cakrabuana (Putera Raja Pajajaran) pada tahun 1452. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau diabadikan dan dimuliakan oleh Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton.

Arsitektur dan Bangunan Bersejarah di Keraton Kasepuhan Cirebon adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah.

Memasuki bangunan inti Keraton Kasepuhan ditandai dengan Taman Bunderan Dewandaru. Bangunan Induk Keraton mulai dibangun sejak 1678 Sultan Sepuh I, Bangunan Induk Keraton ini merupakan tempat aktifitas Sultan. Sultan Gunung Jati adalah tokoh Pendiri Kesulatanan Cirebon dan Penyebar Agama Islam di Pulau Jawa dan Nusantara.

Baca Juga: Analisis Hukum Mengenai Pembunuhan Manusia

Kita tidak bisa menyangkal beragam kepemilikan atas bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di berbagai kota kuno tersebut. Kepemilikan bangunan cagar budaya tidak lepas dari awal dibangunnya bangunan tersebut.

Ada yang awal kepemilikannya oleh Perusahaan Dagang Hindia Belanda seperti Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), terus mengalami nasionalisasi. Selanjutnya ada kepemilikan oleh Pemerintah. Biasanya bangunan yang dimiliki oleh Pmerintah, berasal dari warisan Pemerintah Orde Hindia Belanda, atau milik pribadi yang kemudian dihibahkan kepada negara.

Kepemilikan  ini sedikit banyak terkait dengan pemanfaatan dari bangunan cagar budaya tersebut. Untuk kepemilikan secara pribadi biasanya masih berupa tempat tinggal atau tempat usaha seperti terlihat di Kota Bandung, yaitu sekitar Jalan R.E. Martadinata (Jalan Riau) dan Jalan Ir. H. Djuanda (Jalan Dago).  Daerah ini pada masa Hindia Belanda cenderung diperuntukan pegawai pemerintahan dan dimiliki secara pribadi.

Baca Juga: Analisis Hukum Dibalik Sebuah Video Porno Pribadi

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x