Mustolih Siradj, Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji Indonesia Adopsi Ponzi Sceam

- 17 Februari 2023, 07:05 WIB
Jemaah haji asal Indonesia saat akan menaiki pesawat.  Subsidi dan tambal sulam Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji mengadopsi skema Ponzi  atau Ponzi Sceam.
Jemaah haji asal Indonesia saat akan menaiki pesawat. Subsidi dan tambal sulam Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji mengadopsi skema Ponzi atau Ponzi Sceam. /Foto : Pixabay/

"Kemenag dan BPKH tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti kemauan DPR, karena DPR punya senjata pamungkas yakni Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 8/2019 dimana BPIH harus mendapat persetujuan DPR," ujar Mustolih Siradj.

Baca Juga: Sepakan Alex Ferreira Dari Tengah Lapang Benamkan Keinginan Persija Jakarta Kembali Pimpin Klasemen Liga 1

Subsidi semacam ini dalam pandangan Mustolih Siradj,  sejatinya tidak memiliki landasan hukum. Sebab, jika merujuk pada UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH) pengelolaan dana haji oleh BPKH harus menggunakan sistem syariah, yakni menggunakan akad wakalah.

Sehingga, setoran pokok maupun hasil kelolaannya merupakan hak dari jemaah itu sendiri (shohibul maal). Hal tersebut dipertegas melalui Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Pengelolaan Keuangan Salinan Tahun 2014 tentang Haji.

Hal ini dipertegas juga oleh Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI IV Tahun 2012 dan Fatwa DSN MUI Nomor 122/DSN-MUI/DSN/II/2018 tentang Pengelolaan Dana BPIH dan BPIH Khusus Berdasarkan Prinsip Syariah. “Subsidi dan tambal sulam seperti ini sesungguhnya mengadopsi skema Ponzi  atau Ponzi Sceam, konsep ini digagas oleh Charles Ponzi, pebisnis asal Amerika Serikat, di mana jemaah haji yang lebih dahulu berangkat dibiayai dari uang jemaah yang masih menunggu antrian,” papar Mustolih Siradj.

Baca Juga: Pecah Telur Rekor Persib Bandung Tidak Terkalahkan Dalam 15 Kali Laga Beruntun

Jika melihat data dari BPKH menurut Mustolih Siradj, sejak efektif di bentuk tahun 2017, skema Ponzi memang tidak terhindarkan. Rinciannya, Tahun 2018, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp5,7 triliun. Pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp777,3 milyar, sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan menguras dana sebesar Rp6,54 triliun.

Kemudian,  Tahun 2019, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp7,36 trilyun. Pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp1,08 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan menggerus dana sebesar Rp6,81 triliun. Pada Tahun 2020, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp7,43 triliun. Pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp2 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan 0 karena tidak ada pemberangkatan haji akibat Covid-19.

Kemudian pada  Tahun 2021, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp10,52 triliun. Pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp2,5 triliun. Sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan 0 karena tidak ada pemberangkatan haji akibat Covid-19.

Pada Tahun 2022, nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp10,8 triliun. Pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp2,06 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan menggelontorkan dana Rp5,47 triliun, padahal kuota haji regular ketika itu hanya 92.825 orang dari total kuota resmi 100.051 yang diberikan Arab Saudi. 

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x