Koleksi Bernafas Islam Khonghucu di Sri Baduga

5 Desember 2020, 15:00 WIB
PETUGAS Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga tengah merestorasi salah satu lukisan kaca ‘Insan Kamil’ hibah koleksi tokoh Islam Tarekat Syattariyah Cirebon di ruang perawatan koleksi, di Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga Jalan BKR 185 Bandung. /Portal Bandung Timur/Heriyanto Retno/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Usapan kapas yang sudah diberi cairan pembersih kaca diusapkan secara hati-hati pada kaca lukisan kaca “Insan Kamil”. Sebuah lukisan kaca khas Cirebon tanpa ada tanggalnya tersebut terdiri empat lukisan yang menandakan derajat jemaah Islam Thareqat Syattariyah.

“Sejak mendapatkan tahun 2000 dari Raden Koko Purwaka, kami belum melakukan penelusuran lebih jauh tentang keempat lukisan ‘Insan Kamil’ tersebut. Kami hanya mendapatkan keterangan bahwa lukisan (kaca) tersebut merupakan warisan turun temurun orang tuanya yang penganut Islam Thareqat Syattariyah,” terang Wanti Winandri, salah seorang staf seksi perlindungan Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga.

Karena belum adanya data yang lengkap mengenai keempat lukisan “Insan Kamil” tersebut, pihak museum hanya memamerkan pada waktu tertentu. Seperti pameran khusus hari besar keagamaan dan pameran keliling atau pameran bersama yang diselenggarakan Museum Nasional.

Baca Juga: Kampung Bali di Kayong Utara Menjaga Tradisi

Belum ditetapkannya koleksi lukisan kaca “Insan Kamil” sebagai koleksi tetap dikarenakan berbagai pertimbangan. Selain khawatir akan pecah karena keisengan pengunjung museum, juga adanya pihak-pihak yang memiliki kepercayaan tertentu akan benda bertuliskan huruf Al-Quran.

Termasuk untuk kegiatan perawatan atau restorasi yang meliputi bagian bingai yang terbuat dari kayu jati, serta bagian dari kacanya. “Untuk bagian bingkai bisa dengan bahan-bahan yang umum, tapi untuk kaca yang sudah mulai kusam dan berjamur harus dengan cairan khusus, apalagi untuk bagian belakang yang merupakan bagian utama lukisan,” ujar Aries.

Banyak hal unik dari lukisan kaca Cirebon dibandingkan dengan lukisan kaca asal Ubud Bali, atau Bantul Yogyakarta. Sejak dibawa dari tanah Persia ke Nusantara pada akhir abad ke 17 memasuki abad ke 18, lukisan kaca Cirebon yang berkembang di dalam keraton, mendapat pengaruh nafas Islami dan juga pengaruh agama Hindu serta Konghuchu, hal ini dibuktikan dengan banyak terdapat kaligrafi Arab yang digubah menjadi sosok-sosok wayang: Syiwa (Batara Guru), Ganesha, Semar, Togog, Narada, dan lain-lain.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Berdampak Pada Pemasaran Produksi Sarung

Lukisan kaca berasal dari Cirebon sangat kaya dengan nilai-nilai legenda dan spiritual. Semisal tema “Insan Kamil” yang paling banyak banyak dicari, berbentuk motif bangunan di atas motif wadasan, berisi kaligrafi Arab, diakui memiliki kekuatan sebagai penangkal bala.

Selain “Insan Kamil” juga lukisan kaca Paksi Naga Liman, gambar kereta berbentuk campuran sosok burung, naga, gajah dan banteng. Juga gambar Gunung Jati (bukit, dengan motif wadasan), perahu (jalinan huruf Arab/Arabeska), malaikat pengawal Nabi, gunungan (terbentuk dari jalinan huruf Arab).

Pada masanya di Cirebon dan sekitarnya, lukisan kaca menandakan bahwa seseorang baru pulang dari menunaikan ibadah haji ke tanah suci (Mekkah). Belakangan, lukisan kaca juga dibuat oleh mereka yang tingkat kehidupannya sudah mapan, terutama dikalangan pedagang.

Baca Juga: J. Sterling Morton sebagai Simbol Hari Pohon Sedunia

Lukisan kaca juga dulu hanya hidup di komplek keraton, karena para pembuatnya (pelukis) banyak yang hidup di lingkungan keraton. Karenannya di dalam Keraton Keprabonan, Kacirebonan, Kasepuhan, dan Kanoman, banyak ditemui karya lukis kaca yang usianya sudah sangat tua.

Kini para pelukis kaca banyak tersebar di pelosok pedesaan seperti pedesaan Losari, Ambulu, Kali Rahayu, Sumber, Trusmi, Gegesik, Surakerta, Kali Tanjung, Clancang, Gunungjati, Klayan, Kapetakan, Kali Anyar. Namun tetap saja, lukisan “Insan Kamil “ paling banyak yang diminati, terutama oleh jemaah Islam Thareqat Syattariyah, karena menunjukan sebagai insan manusia yang sempurna. (heriyanto)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler