Tak jauh berbeda dengan kehidupan di Terminal Banjaran. Mulai dari sopir angkot, kondektur, tukang ojek, pedagang asongan, anak jalanan hingga pengamen yang menambah suasana ramai di tempat itu. Mereka adalah pejuang rupiah yang menggantungkan hidupnya di terminal.
Berderet warna-warni angkot berbagai jurusan tujuan menghabiskan setengah jalan yang tak jarang menimbulkan kemacetan. Mulai dari Banjaran-Tegalega, Banjaran-Soreang, hingga Banjaran-Gamblok.
Apalagi sekarang, menurut Mang Ade penumpang angkot semakin sedikit, paling yang pulang-pergi berbelanja di pasar Banjaran saja. “Tapi walaupun sedikit kalau di jalani insyaallah ada hasil dan itu sudah alhamdulillah,” imbuh Mang Ade.
Kagum rasanya melihat secara lebih dekat dan lebih dalam dengan orang-orang yang mencari nafkah di Pasar dan Terminal Banjaran. Banyak hikmah yang didapatkan. Bekerja di tempat keras mengajarkan bahwa seminimal apapun hasilnya tetap harus diusahakan.
Tidak mudah untuk mendapat penghasilan yang ideal, perlu usaha dan kerja keras namun dengan bersyukur maka seberat apapun perjuangan akan terasa lebih ringan. Dari Pasar dan Terminal Banjaran, kami belajar arti kehidupan (ahyani nurrahmi hakim)***