Tren musik yang berubah dari telinga pendengar menjadi salah satu faktor tenggelammnya band cadas di GOR Saparua. Alasan gedung yang sudah tua dan ketertiban para penggemar pun menjadi alasan lainnya. Alasan itu yang mengurangi ruang-ruang bagi band cadas untuk bersinar. Pihak pemerintah juga tidak mendukung terhadap pergerakan kaula muda di Saparua. Gedung yang sudah tua dan sering digunakan namun tidak pernah di pugar.
“Ya kalau untuk olahraga mah bagus, fasilitasnya udah cukup memenuhi. Cuman kalau untuk musik cadas yang saya tau dari film dokumenternya Saparua, Gedungnya udah tua, udah ga bisa lagi di pake acara band cadas. Jarang di renov juga sama pemerintah. Terus dukungannya kurang,” kata Jaka (26) warga Bandung.
Penting bagi pemerintah daerah dan pihak terkait untuk memberikan dukungan dan perhatian lebih terhadap musik cadas dan GOR Saparua sebagai tempat menyalurkan bakat musisi muda. Sangat diperlukan upaya kolaboratif untuk menghidupkan kembali semangat dan antusiasme terhadap band cadas di area ini. Peningkatan fasilitas dan pengaturan acara yang mendukung genre musik cadas dapat menjadi langkah awal untuk membangun kembali gemuruh band cadas di Saparua.
Meski tenggelamnya band-band cadas di GOR Saparua bisa menjadi catatan sedih, namun spirt dan semangat yang pernah ada tidak boleh padam. Diperlukan usaha kolektif para musisi, penggemar musik, dan pihak terkait untuk mengembalikan GOR Saparua menjadi tempat yang ramai oleh suara musik cadas yang memukau dan mengguncang jiwa. Hanya dengan dorongan dan dukungan yang kuat, GOR Saparua dapat kembali menjadi tempat ikonik bagi band-band cadas yang ingin menunjukan keberanian dan menggebrak panggung musisi lokal. (Wisnu Septia Nurahman)