GOR Saparua Bandung, Dulu dan Kini

- 26 Juni 2023, 12:03 WIB
Bangunan Gedung Olah Raga Saparua Kota Bandung masa lalu idetik dengan musik cadas.
Bangunan Gedung Olah Raga Saparua Kota Bandung masa lalu idetik dengan musik cadas. /Portal Bandung Timur/Wisnu Septia Nurahman/

PORTAL BANDUNG TIMUR - Bagi mereka yang lari di Kota Kembang ini pastinya punya kenangan tersendiri terhadap Gedung Olah Raga Saparua, yang akrab disebut GOR Saparua. Gedung Olah Raga yang berlokasi di Jalan Banda Kelurahan Citarum Kecamatan Bandung Wetan Kota Bandung ini, dibangun pada tahun 1961.

Mereka yang tumbuh besar di era tahun 1970-an di GOR Saparua hampir setiap pekannya akan menikmati musik aliran cadas atau rock, dengan berkiblat pada grup musik papan atas negeri barat. Sederet musisi pada masa itu lahir di GOR Saparua, sebut saja Giant Step yang dimotori Benny Soebardja, dengan personilnya Deddy Dores, Deddy Stanzah, Jelly Tobing, Jockie Suryoprayogo hingga Triawan Munaf ayahnya Sherina Munaf pernah menggawangi grup cadas Giant Step.

Ada juga Harry Roesli dengan grupnya Depot Kreasi Seni Bandung atau DKSB. Sederet grup band lainnya, ada Rollies Paramour, Freedom of Rhapsodia dan lainnya.

Baca Juga: Bendungan Pice Besar Bangka Belitung, Tinggalan Belanda Masih Berdiri Kokoh

Memasuki era tahun 1980-an seiring dengan pergeseran trend, GOR Saparua juga andil dalam menyokong mereka yang menggilai tarian Break Dance, musik paduan suara dan musik pop.  Pada masa itu menyebut grup Wanabe Dance sangatkan akrab ditelinga, sementara grup vokal ada Elfas Singer, Katara Singer, Wachdach Band, dan bahkan GIGI juga lahir di Bandung.

Eksistensi GIGI di jagat musik Pop Indonesia memacu grup-grup di era tahun 1990-an hingga memasuki awal tahun 2000an di Kota Bandung semakin menjamur. Sebut saja dengan grup JavaJive, Kotak, Mocca, PeterPan, Project Pop, The SIGIT serta seabreg musisi papan atas lainnya yang lahir di Kota Bandung pernah merasakan aroma GOR Saparua.

Baca Juga: Masjid Agung Majalaya, Karya Monumental Insinyur Suhaimin Mengadopsi Masjid Demak, Cirebon dan Banten

Memasuki awal abad 21, berbagai gengre musik keras bermunculan di Kota Bandung dan GOR Saparua menjadi ajang candradimuka bagi band-band debutan. Sebut saja diantaranya nama PASBand, KOIL, Manjasad, hingga Burgekill yang mendobrak tatanan musik cadas dengan istilah musik underground di Kota Bandung yang berbasis di Ujungberung.

Tengoklah GOR Saparua sekarang ini, tidak banyak berubah direrimbunan pepohonan taman Maluku dan lapang Saparua. Adakah yang masih ingat tentang musik dan hingar bingarnya dulu? Semua itu tinggal kenangan.

Kawasan GOR Saparua sekarang ini identik dengan gaya hidup, berolah raga dan kuliner.
Kawasan GOR Saparua sekarang ini identik dengan gaya hidup, berolah raga dan kuliner.
Seiring dengan kebijakan pihak Koperasi Pegawai Dinas Pendidikan Jabar sebagai pengelola gedung, memutuskan untuk tidak lagi menggelar acara-acara musik. Hal yang menjadi pertimbangan adalah kondisi bangunan yang sudah tidak lagi layak menjadi area pertunjukan musik.

GOR Saparua saat ini memang menjadi GOR saja karena sudah tidak ada lagi yang bermain musik di sana. GOR Saparua memiliki beberapa arena berolahraga semisal jogging track, arena sepatu roda, wall climbing, lapang basket hingga lapang indoor bulutangkis.

Fasilitas pun sudah banyak yang diperbaiki termasuk terdapat toilet portable, tempat parkir khusus sepeda dan terdapat food court untuk para UMKM berdagang. Sementara malam hari selain menjadi kawasan olahraga, juga untuk wisata kuliner khas Kota Kembang.

Baca Juga: Gedong Pemancar Radio Belanda Cililin, Diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya Tapi Tidak Jadi Cagar Budaya

Sejarah panjang gelanggang olah raga ini yang terkemuka di Bandung, telah menyaksikan fenomena menarik dengan munculnya gelombang band cadas pada masa silam. Grup band tersebut sudah mampu menggetarkan hati para pendengar dengan suar gitar yang tajam dan dentingan drum dan pekik vokal yang menggelegar.

Dulu GOR Saparua menjadi ruang bagi para musisi muda Bandung untuk menyalurkan kreativitasnya dan mendobrak panggung musik lokal. Di masa keemasannya GOR Saparua menjadi tempat di penuhi dengan semangat dan gairah cadas.

Di iringi dengan tumbuh kembangnya band-band cadas yang saling meninspirasi dan berkolaborasi satu sama lain. Hingga membentuk komunitas terciptanya kebersamaan yang kuat dan semangat menerobos batasan

Panggung-panggung yang di gelar di GOR Saparua ini menjadi magnet penarik bagi para pencinta musik cadas. Tribun yang biasanya dipenuhi penonton olahraga, dulu berubah menjadi tribun berkumpulnya penggemar musik yang bersorak-sorai. Menikmati aliran energi yang membara melihat aksi para musisi cadas yang penuh dedikasi diatas panggung.

Baca Juga: Di Balik Dinding Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, Ada Banyak Cerita Tentang Inggit dan Sang Proklamator

Sayangnya, masa kejayaannya GOR Saparua hari ini sudah menjadi lebur hilang di makan oleh zaman. Seiring berjalannya waktu, minat dan dukungan terhadap musik cadas menurun secara drastis. Panggung yang dulu ramai dengan riuh nya alunan musik kini sepi dan terlupakan. Banyak band cadas yang berjuang dan bertahan menemukan tempat mereka di industri musik yang semakin kompetitif.

“Sekarang hanya tempat olahraga aja sih kalau Saparua. Saya hanya tau kalau Saparua dulu suka di pakai acara musik cuman dari internet dan cerita-cerita. Keren sih, saya juga pecinta musik cadas. Kalau acara kaya gitu masih ada saya juga ingin menyaksikan secara langsung, cuman hari ini udah tinggal cerita. Harapan saya sih ada lagi yang kaya gitu,” ucap Aca (28)  seorang pemuda yang antusias terhadap musik cadas.

Tren musik yang berubah dari telinga pendengar menjadi salah satu faktor tenggelammnya band cadas di GOR Saparua. Alasan gedung yang sudah tua dan ketertiban para penggemar pun menjadi alasan lainnya. Alasan itu yang mengurangi ruang-ruang bagi band cadas untuk bersinar. Pihak pemerintah juga tidak mendukung terhadap pergerakan kaula muda di Saparua. Gedung yang sudah tua dan sering digunakan namun tidak pernah di pugar.

Gedung Olah Raga Saparua mempertahankan aslinya meski sekitar kawasan telah banyak berubah.
Gedung Olah Raga Saparua mempertahankan aslinya meski sekitar kawasan telah banyak berubah.

“Ya kalau untuk olahraga mah bagus, fasilitasnya udah cukup memenuhi. Cuman kalau untuk musik cadas yang saya tau dari film dokumenternya Saparua, Gedungnya udah tua, udah ga bisa lagi di pake acara band cadas. Jarang di renov juga sama pemerintah. Terus dukungannya kurang,” kata Jaka (26) warga Bandung.

Penting bagi pemerintah daerah dan pihak terkait untuk memberikan dukungan dan perhatian lebih terhadap musik cadas dan GOR Saparua sebagai tempat menyalurkan bakat musisi muda. Sangat diperlukan upaya kolaboratif untuk menghidupkan kembali semangat dan antusiasme terhadap band cadas di area ini. Peningkatan fasilitas dan pengaturan acara yang mendukung genre musik cadas dapat menjadi langkah awal untuk membangun kembali gemuruh band cadas di Saparua.

Meski tenggelamnya band-band cadas di GOR Saparua bisa menjadi catatan sedih, namun spirt dan semangat yang pernah ada tidak boleh padam. Diperlukan usaha kolektif para musisi, penggemar musik, dan pihak terkait untuk mengembalikan GOR Saparua menjadi tempat yang ramai oleh suara musik cadas yang memukau dan mengguncang jiwa. Hanya dengan dorongan dan dukungan yang kuat, GOR Saparua dapat kembali menjadi tempat ikonik bagi band-band cadas yang ingin menunjukan keberanian dan menggebrak panggung musisi lokal. (Wisnu Septia Nurahman)

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah