Sidang Isbat Penting di Indonesia, Ini Penjelasan Kemenag

10 Maret 2024, 09:00 WIB
Pengamatan hilal menggunakan metode rukyatul hilal di Gunung Bohong Kota Cimahi tahun lalu. Pengamatan Hilal dan Sidang Isbat penting dilakukan di Indonesia dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal. /Portal Bandung Timur/may nurohman/

PORTAL BANDUNG TIMUR – Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib, menegaskan perlunya diselenggarakan Sidang Isbat di Indonesia  untuk menetapkan  awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Sidang Isbat penting dilakukan karena di Indonesia ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam dengan metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

“Kementerian Agama rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawwal, dan Zulhijjah. Hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962. Hasil sidang isbat diumumkan oleh Menteri Agama dan itu menjadi momen yang ditunggu masyarakat,” kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib.

Disampaikan Adib, dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Baca Juga: Digelar Secara Hybrid, Sidang Isbat Awal Ramadan 10 Maret 2024

Dijelaskan Adib, Sidang Isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. “Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan,” kata Adib sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Agama RI Minggu 10 Maret 2024.

Sidang Isbat ditegaskan Adib, sangat penting untuk dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia. Setiap Ormas Islam memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

Menurut Adib, tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang Isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

Baca Juga: Hasil Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah Jatuh Pada Hari Sabtu 22 April 2023 Masehi

“Sidang Isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran," ujar Adib.

Menurut Adib, dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam. “Termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah,” tambah Adib.

Sidang Isbat juga menurut Adib, dihadiri Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

Baca Juga: Tentukan 1 Syawal 1444 Hijriah, Kemenag Akan Gelar Sidang Isbat Kamis 20 April 2023 Mendatang

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” sebut Adib.

Dikatakan Adib, Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, bukan hanya dilakukan Indonesia saja. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya.

“Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat. Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” kata Adib.

Ditegaskan Adib, peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,”ungkas Adib.***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler