Kupatan, Tradisi Warisan Sunan Kalijaga yang Masih Terjaga di Glagah Kabupaten Lamongan

19 Mei 2021, 13:23 WIB
Tradisi Lebaran Ketupat yang diselenggarakan setiap 8 Syawal masih tetap dilaksanakan masyarakat di Desa Meluntur Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan. /Foto : dokumen novita finda fitriana

PORTAL BANDUNG TIMUR - Indonesia merupakan negara yang terkenal memiliki kekayaan, baik kekayaan yang berupa kekayaan alam, budaya, serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tidaklah heran jika Indonesia terkenal akan banyaknya kebudayaan yang dimilikinya, karena Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri dari berbagai macam etnis atau yang lebih dikenal dengan negara multikultural.

Kekayaan budaya di Indonesia didorong juga oleh kondisi fisik atau geografis dari negara Indonesia yang berpulau-pulau, bahkan negra Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Selain terkenal menjadi negara kepulauan, Indonesia juga terkenal dengan jumlah penduduknya yang padat sehingga menduduki peringkat ketiga di dunia.

Kebudayaan yang terdiri dari pola-pola yang nyata maupun yang tersembunyi mengarahkan kepada perilaku yang dirumuskan. Juga dicatat oleh manusia dan simbol-simbol yang menjadi pengarah yang tegas terhadap kelompok-kelompoknya.

Baca Juga: Tahun 2022, Kereta Cepat Jakarta - Bandung Masuk Tahap Persiapan Operasi

Pada era modern seperti ini, masih banyak tradisi yang tetap dipertahankan secara turun temurun dari nenek moyang hingga ke anak cucu pada masyarakat. Demikian juga yang terjadi di dalam masyarakat Kabupaten Lamongan yang diantara tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Kabupaten Lamongan yaitu tradisi Lebaran Ketupat atau Kupatan yang dilaksanakan pada seminggu setalah shalat Ied atau tepatnya pada tanggal 8 Syawal.

Sebagai masyarakat Jawa tidak bisa lepas dari ritual selametan. Beberapa Antropolog yang mempelajari kehidupan masyarakat Jawa berpendapat, bahwa selametan adalah jantungnya agama di Jawa.

Selametan merupakan upacara makan bersama setelah diawali dengan doa-doa. Secara umum tujuab dari selametan adalah untuk menciptakan keadaan sejahtera, aman, dan terbebas dari gangguan makhluk lain. Sehingga keadaan yang diharapkan adalah selamet, baik bagi yang masih hidup ataupun yang sudah meinggal.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ingatkan, Hati-hati Kasus Covid-19 di 15 Provinsi

Upacara selametan digolongkan ke dalam empat macam yang sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan sehari-sehari. Empat macam selametan, antara lain yaitu, selametan dalam limgkup hidup seseorang, seperti tujuh bulan kehamilan, kelahiran, potong rambut pertama, menyentuh tanah pertama kali, menusuk telinga, sunatan, dan peringatan kematian.

Kemudian, selametan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian, dan setelah panen. Juga selametan yang berhubungan dengan hari dan bulan besar Islam. Dan, selametan pada saat berkenaan dengan kejadian tertentu, seperti saat perjalanan jauh, menempati rumah baru, tolak balak (ruwatan), dan lain sejejnisnya.

Lebaran ketupat berasal dari kata, lebaran yang  mempunyai makna usai, yang mana menandakan bahwa berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata ‘lebar’ yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar. Sedangkan filosofi ketupat yaitu antara lain menncerminkan kesalahan, kesucian hati, mencerminkan kesempurnaan, dan ketika pridbadi punya salah memohon maaf.

Dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari ‘ngaku lepat’ atau ‘laku papat’. “Makna dari ngaku lepat artinya mengakui kesalahan, sedangkan laku papat bermakna empat tindakan,” tutur Slamet Syafii selaku sesepuh imam masjid Desa Mluntur Kecamatan Glagah Kabupaten Lamongan.

Baca Juga: Mulai Difungsikan, Ruas Jalan Simpang Susun Cileunyi Kabupaten Bandung

Tradisi Lebaran Ketupat atau yang biasa disebut oleh warga Lamongan dengan sebutan Tradisi Kupatan ini merupakan puncak acara di pekan awal di bulan Syawal, tradisi ini diselenggarakan pada tanggal 8 Syawal atau seminggu setelah hari Raya Idul Fitri.

Hari Raya Ketupat (kupatan) tersebut sebagai bentuk perayaan atau kemenangan bagi mereka yang telah mampu melawan hawa nafsunya pada bulan Ramadan yang ditambah dengan 6 Syawal. Tradisi kupatan ini bearwal dari upaya para Walisongo dalam mengajrakan agama Islam kepada masyarakat tanah jawa.  

Tradisi ini  diperkenalakna oleh Sunan Kalijaga, beliau membudayakan dua kali ba’da, antara lain yaitu ba’da lebaran yang bertepatan pada tanggal 1 Syawwal Hijriah dan ba’da kupat yang berlansung satu minggu setelah lebaran Idul Fitri.

Di dalam masyarakat Jawa mereka mempercayai bahwa para Walisongo khususnya Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan, sehingga dengan ketupat sesama muslim diharapakan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.

Asimilasi yang digunakan oleh Sunan Kalijaga terhadap budaya dan keyakinan mengenai ketupat ini akhirnya mampu menggeser kesakrakalan ketupat menjadi tradisi Islami ketika ketupat mnejadi makanan yang selalu ada disaaat umat Islam merayakan lebaran sebagai momen untuk saling meminta maaf dan mengakui kesalahan.

Baca Juga: Di Depan Gedung Sate, Elemen Buruh se Jawa Barat dan Almubina Bandung Kutuk Israel

Kupatan sendiri merupakan selametan yang berhubungan dengan hari besar Islam. Tradisi kupatan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih dilestarikan, khususnya oleh masyarakat di Kabupaten Lamongan.

Tradisi Kupatan merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh masyarakat dalam usaha bersama untuk memperoleh keselamatan, dan ketentraman bersama yang biasa dilakukan pada bulan Syawal.

Ketupat merupakan makanan khas yang berbahan dasar beras, dibungkus dengan selonsong dari janur atau daun kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal), kemudian direbus. Kupatan ini menjadi salah tradisi masyarakat muslim Jawa yang masih dilestarikan sampai sekarang, dan umumnya kupatan hanya dirayakan oleh masyarakat secara individual.

Didaerah Lamongan tradisi kupatan dirayakan secara besar-besaraan yakni dalam lingkup keuarga. Namun seiring berjalannya waktu tradisi kupatan menjadi tradisi dalam lingkup masyarakat kecil, yaitu tidak lagi hanya dirumah melainkan setiap tanggal 8 Syawal setelah menjalankan puasa Syawal selama enam hari.

Baca Juga: Dana Program PEN Rp699 Triliun Baru Terealisasi 24 Persen, Untuk BST Sudah 100 Persen

Masyarakat kerap membawa ketupat ke musholla-mushollah dan masjid-masjid untuk didoakan. Berdoa secara bersama-sama kemudian setelahnya ketupat tersebut dibagikan kepada masyarakat.

Tradisi kupatan di Kabupaten Lamongan di laksanakan selama dua kali dalam setahun, yaitu kupatan yang pertama dilaksanakan menjelang Ramadan atau tepatnya dua minggu menjelang bulan Ramadan tradisi ini disebut dengan tradisi Megengan. Sedangkan kupatan kedua dilaksanakan tujuh hari setelah hari raya Idulfitri yang tepatnya pada tanggal 8 Syawal, tradisi ini disebut dengan tradisi kupatan.

“Tujuan dari tradisi kupatan ini adalah ingin memeperkuat tali silaturahmi antar umat muslim, sebagai sarana memberikan jamuan kepada kerabat, saudara, dan tamu. Juga memperkenalkan tradsi kepada generasi penerus dan kepada siapa saja yang hadir,” pungkas bapak Slamet Syafii. (novita finda fitriana)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler