Jembatan Cincin Jatinangor Kabupaten Sumedang, Sisa Kejayaan Perkebunan Tanjungsari Sumedang

17 Juni 2023, 16:12 WIB
Jembatan Cincin di Dusun Cisaladah Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinango Kabupaten Sumedang, yang dibangun tahun 1916 masih berdiri kokoh hingga kini. /Portal Bandung Timur/Hamzah Mufarizal /

PORTAL BANDUNG TIMUR -Di suatu pagi yang cerah, sinar matahari menerobos di balik awan, menerangi Jembatan Cincin Jatinangor dengan gemilangnya. Seperti pahatan megah yang menghiasi alam, jembatan itu berdiri kokoh di atas sungai yang mengalir dan sawah yang luas dengan riang melalui kota yang sibuk.

Disebut Jembatan Cincing karena bentuknya yang lengkungan yang anggun, mengikuti lengkung alam yang ada. Seperti jalinan tangan yang berpadu, ia menyatukan dua sisi kota yang terpisah.

Di atas jembatan, jejak kaki manusia terlukis dalam harmoni yang teratur. Rasa harap dan cita yang tinggi terpapar di setiap langkah mereka yang melewatinya.

Jembatan Cincin yang berlokasi di Dusun Cisaladah Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, memiliki berkontribusi sebagai ‘urat nadi’ kehidupan masyarakat. Khususnya berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat masa lalu dan kini.

Baca Juga: Babancong Bangunan Ikonik Kota Intan Garut

Karena Jembatan Cincin merupakan satu-satunya jembatan sebagai akses penghubung Cinumbang, Cilayung dengan wilayah lain . Berguna untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan lainnya.

Budayawan Kabupaten Sumedang  yang juga warga setempat, bercerita kalau Jembatan Cincin merupakan jalur rel kereta api peninggalan masa penjajahan Belanda. “Dulunya digunakan untuk mengangkut hasil bumi dari Sumedang menuju Batavia atau Jakarta,” ujar Apih Tatang.

Lalu menurutnya seiring peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang, pada 1942, kereta api sudah tidak terlihat lagi melintas di Jembatan Cincin. Padahal, jembatan cincin sebelumnya menjadi akses penghubung antara stasiun kereta api Tanjungsari Sumedang dengan Rancaekek Kabupaten Bandung.

Baca Juga: Dibalik Cerita Goa Jepang Majalengka, Bukti Sejarah Terabaikan

"Pada tahun 1942, sudah tidak ada lagi kereta api yang datang ke Sumedang. Karena penjajah baru yaitu Jepang datang. Kereta api menuju Sumedang ini memang digunakan hanya untuk kepentingan hasil bumi, bukan kereta orang (transportasi massal)" ujar Apih Tatang.

Jembatan Cincin tidak hanya merupakan jalan penghubung antara dua titik, tetapi juga merupakan karya seni arsitektur yang menakjubkan. Dengan desain yang unik dan inovatif, jembatan ini menciptakan sensasi terbang di atas langit dan menciptakan perpaduan harmoni antara manusia dan alam.

Struktur melingkar yang elegan dan transparan memberikan pengalaman yang spektakuler bagi para pengguna jembatan, sambil memungkinkan mereka untuk menikmati pemandangan indah di sekitarnya.

Jembatan Cincin diDusun Cisaladah Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, sisa kejayaan perkebunan Priangan di wilayah Tanjungsari Sumedang.
Selain mempunyai keindahan yang mempesona, ternyata di Jembatan Cincin sering ada tangisan wanita dan suara aneh. Sebagaimana menurut warga setempat, "dahulu ada seorang wanita yang meninggal dengan cara melompat dari atas jembatan karena merasa malu sebab dirinya hamil di luar nikah sementara pasangan lelakinya enggan bertanggung jawab atas perbuatannya."

Ketika menampakkan diri di malam hari kepada yang melintas, ada sosok wanita yang kadang meminta bantuan untuk mencarikan si laki-laki yang telah menyakitinya. Cerita horor lainnya, pada malam hari di Jembatan Cincin pernah terlihat anak kecil berlarian tetapi kemudian menghilang entah ke mana.

Bagi orang yang tau keangkeran pada jembatan ini pada malam hari, tidak akan berani melintasi jembatan tersebut. Justru, mereka lebih memilih berjalan memutar dan jauh melalui jalan raya Jatinangor.(Hamzah Mufarizal)***

Editor: Heriyanto Retno

Tags

Terkini

Terpopuler