Tidak dapat kita salahkan nyatanya bencana alam juga ikut andil dalam mengubur sisa sejarah Jepang yang pernah singgah di Desa Karamat Mulya. Selain lokasinya yang berada di perbukitan labil, juga kawasan Soreang menjadi bagian dari jalur sesar aktif dan sering terjadi gempa bumi hingga mengakibatkan pergerakan tanah.
Selain Akun, cerita tentang goa-goa peninggalan penjajah Jepang juga diceritakan Ida (40) tetangga Akun. Diakuinya kalau dulu goa-goa Jepang menjadi tempat bermain anak-anak Kampung Karamat.
“Gak ada rasa takut saat saya di tinggal sendirian di dalam goa oleh kakak saya, ohh iya… ada satu goa yang didalam nya seperti dipan tempat tidur” ujar Ida.
Masa itu goa bersih tanpa ada segunduk sampah yang mengganggu keindahannya, karenanya Ida dan teman-temannya betah suka berlama lama dan bermain di Goa Jepang. “Kini kesan itu sudah hilang, jauh dari kata nyaman jika melihat keadaannya sekarang,” ujar Ida.
Goa Jepang di Desa Karamatmulya menurut Ida dari cerita para orang tuanya, ada yang memiliki panjang hingga menembus Gunung Sadu, hingga menghubungkan satu kampung dengan kampung lainnya. “Dulu saya mendengar cerita dari Uwa, katanya goa ini ada yang menebus kampung sebelahnya, dulu Uwa saya pernah masuk ke dalam goa guna bersembunyi dari gerombolan,” cerita Ida.
Namun akses jalan di dalam goa lambat laun tertutup akibat tertimbun tanah atau bebatuan goa. Bahkan kini tidak ada lagi masyarakat yang berani masuk karena khawatir tertimbun di dalam goa hingga tidak ada lagi yang tahu apakah akses jalan di dalam goa masih ada atau tidak.
“Beberapa bulan ke belakang saya sempat mengunjungi goa itu lagi, prihatin sekali saya melihatnya. Goa itu sangat tidak terurus dan cukup disayangkan padahal itu tinggalan sejarah yang semestinya mendapat perhatian dari pemerintah dan warga sekitarnya,” ujar Ida.
Memang cukup miris memang melihat keadaan Goa Jepang di kaki Gunung Sadu ini. Selain semak belukar yang menutupi, juga botol-botol bekas minuman dan sampah plastik, bahkan bekas pembakaran sampah pun ada di dalam goa.