Paradigma Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS)

- 27 Oktober 2020, 18:51 WIB
PEMBANGUANAN di kawasan perbukitan Bandung Utara mengakibatkan daerah tangkapan dan resapan air semakin berkurang hingga mengakibatkan air dari kawasan perbukitan cepat meluncur ke wilayah perkotaan.***
PEMBANGUANAN di kawasan perbukitan Bandung Utara mengakibatkan daerah tangkapan dan resapan air semakin berkurang hingga mengakibatkan air dari kawasan perbukitan cepat meluncur ke wilayah perkotaan.*** /Heriyanto Retno/Igun Weishaguna

Baca Juga: PT Rajawali Nusantara Indonesia Membuka Lowongan Pekerjaan

Wilayah Gede Bage berada dititik terendah Kota Bandung yaitu 650 m dpl. Saat ini, diserbu banjir kiriman sekurang-kurangnya 245,86 m3/detik debit banjir dari dua DAS yaitu DAS Cipamokolan (>188,96 m3/detik) yang berhulu perbukitan Cimenyan dan dari DAS Cinambo (>54,9 m3/ detik) yang berhulu di Gunung Palasari dan Manglayang.

Saat hujan turun, lebih dari 300 Ha Bandung Timur tergenang banjir. Kita dapat merasakan kemacetan dimana-mana. Lalu lintas pun lumpuh berjam-jam.

Bukan hanya itu, bencana banjir bandang yang terjadi di Cicaheum tanggal 20 Maret 2018, Pasir Jati tanggal 10 Februari 2019 dan di Cijambe tanggal 1 April 2019 lalu, bisa jadi indikasi semakin meluasnya area dan dahsyatnya banjir ke wilayah-wilayah yang selama ini tidak tercatat sebagai zona banjir sekaligus indikasi bertambahnya kerusakan zona resapan air di KBU.

Baca Juga: Fiksi 2020 Cikal Bakal Lahirnya Wirausahawan Muda Indonesia

Kota Bandung sebenarnya sudah menginisiasi berbagai cara menangani banjir. Setidaknya, ada Rencana Induk Drainase Kota yang disusun sejak 10 tahun yang lalu, dimana data dan analisisnya bersifat eco-region meliputi hulu - hilir DAS.

Namun batas administrasi wilayah sering menjadi hambatan teknis pelaksanaan program penanganan banjir secara terpadu itu. Akhirnya penangan banjir  sampai saat ini, hanya bisa berkutat pada perbaikan sistem drainase kota, kolam retensi, tol air dan biopori tanpa bisa menyentuh bagian terpenting penanganan yaitu mencegah banjir sejak dari sumbernya di zona hulu tangkapan air.

Sekat batas wilayah administrasi juga sering menjadi pangkal penyebab saling lemparnya tanggung jawab. Terutama persoalan tata ruang di KBU. Seolah penggalan kewenangan itu menjadi faktor diskriminan polemik kemampuan masing-masing daerah dalam membuat perencanaan, keseriusan menegakan aturan izin pemanfaatan ruang, pembiayaan program dan intensitas pelaksanaan monitoring pengendalian daerah aliran sungai (DAS).

Baca Juga: Hujan Ringan Guyur Kota Bandung dan Sekitarnya, Waspadai Angin

Di lain pihak, Perda No.2 tahun 2016 tentang Pengendalian KBU sebagai Kawasan Strategis Propinsi Jawa Barat, tidak cukup menjadi pijakan penanganan banjir. Begitupun dengan rencana pembentukan Badan Otoritas KBU. Keduanya berkerja efektif pada paradigma tata ruang horizontal atau terbatas pengendalian di zona hulu saja.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x