Paradigma Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS)

- 27 Oktober 2020, 18:51 WIB
PEMBANGUANAN di kawasan perbukitan Bandung Utara mengakibatkan daerah tangkapan dan resapan air semakin berkurang hingga mengakibatkan air dari kawasan perbukitan cepat meluncur ke wilayah perkotaan.***
PEMBANGUANAN di kawasan perbukitan Bandung Utara mengakibatkan daerah tangkapan dan resapan air semakin berkurang hingga mengakibatkan air dari kawasan perbukitan cepat meluncur ke wilayah perkotaan.*** /Heriyanto Retno/Igun Weishaguna

Sementara yang dibutuhkan untuk menangani banjir adalah paradigma tata ruang yang bersifat vertikal berbasis DAS yaitu terpadunya eco-region zona hulu-hilir berbasis prinsip "one rivers area - one planning - one management."

Dalam rangka menjamin tujuan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan keberlanjutan bagi fasilitas-fasilitas strategis skala nasional, propinsi dan kota, serta mengefektifkan pelaksanaan program penanganan banjir dengan pendekatan tata ruang berbasis DAS, maka Kota Bandung harus berani memperluas Wilayah administrasinya ke beberapa kecamatan di KBU yang menjadi hulu sungai-sungai Kota Bandung.

Baca Juga: Masih Ada Kesempatan Pelaku UMKM Dapat Bantuan, Ini Caranya

Paradigma Tata Ruang Kota Bandung berbasis DAS,  sebenarnya bukan gagasan baru. Jauh sebelum Bandung menjadi kota metropolitan, sepuh Sunda baheula, telah mengamatkan Uga Bandung :

"Sunda nanjung lamun nu pundung ti Bandung ka Cikapundung geus balik deui."

 Interpretasi sederhananya, bahwa Sunda atau Tatar Jawa barat akan juara, jika warga Bandung sudah kembali peduli pada kelestarian hulu Cikapundung.

Baca Juga: RW Siaga, Kreatif dan Inovatif Berhasil Mengangkat Warganya

Kearifan lokal ini tidak lain adalah inti sari Tata Ruang berbasis DAS, dimana sungai menjadi elemen penting integrasi trilogi ruang urang Sunda yaitu buana nyungcung (zona hutan lestari, konservasi hulu resapan air), buana panca tengah (zona budidaya, pemanfaatan air) dan buana larang (zona limpasan air yang harus bersih).

Tahun 1917, DR. W. Docters van Leeuwen memprakarsai ‘Soenda Openluncht Museum’ atau Museum Alam terbuka Sunda yaitu kawasan konservasi alam dan tinggalan-tinggalan sejarah di perbukitan Utara Kota Bandung (sekarang KBU).

Prinsip-prinsip dasar yang digagas komite perlindungan alam Bandung pada jaman kolonial ini, sama dengan gagasan Tata Ruang berbasis DAS, dimana keberadaan air dilindungi oleh hutan dan kelestarian hutan dilindungi oleh tinggalan nilai-nilai kearifan budaya lokal. Trilogi Air-hutan -budaya.(Igun Weishaguna/Dosen Perencanaan Wilayah & Kota Unisba)***

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x