Pertunjukan Kini: Antara Bau Kemenyan dan Alkohol

- 8 November 2020, 11:48 WIB
SUASANA diatas panggung salah satu pertunjukan tari topeng di desa Geyongan-Arjawinangun-Cirebon beberapa waktu lalu tampak warga ikut berjoged diantara selingan pertunjukan tari topeng.
SUASANA diatas panggung salah satu pertunjukan tari topeng di desa Geyongan-Arjawinangun-Cirebon beberapa waktu lalu tampak warga ikut berjoged diantara selingan pertunjukan tari topeng. /Dok. Toto Amsar Suanda/

 Ada atau tidak ada penonton yang menyaksikan, tari topeng Panji sebagai tarian pembuka tetap ditarikan dengan suasana magis dan mistis. Demikian seterusnya, tari topeng Pamindo, Rumyang, sampai dengan Klana yang paling akhir. Bodoran atau lawakan sebagai selingan, baik yang dibawakan dengan celotehan maupun dengan tarian kedok-kedok bodor (Pentul dan Tembem), disajikan dengan tetap mengundang suasana ceria dan tawa. Semuanya terasa mentradisi. Antara serius dan tidak serius berkelindan dalam satu pakem pertunjukan.

Kini, suasana dan peristiwa dalam hajatan itu sudah berlalu. Tari topeng Panji bisa dengan sengaja ditinggalkan atau malah diganti dengan tarian yang disebut dengan tari Serimpi.

Alih-alih, tari topeng Pamindo menjadi yang pertama, yang pemunculannya bukan dalam tradisi pertunjukan topeng yang umumnya berlaku. Padahal, menurut mereka sendiri, Pamindo itu berasal dari kata mindo, artinya yang kedua. Dengan demikian, maka hilanglah makna Pamindo (sebagai yang kedua) itu, karena ia tidak terkait dengan tari sebelumnya, yakni tari topeng Panji.

Baca Juga: Menparekaf Ingatkan Penerapan Prokes Ketat Saat Libur

Selanjutnya, seperti biasa topeng Pamindo dihentikan oleh bodor dan mulailah selingan yang diisi dengan dangdutan. Para pemainnya (tiga atau empat orang) adalah orang di luar grup topeng. Alat musiknya kadang-kadang cukup dengan sebuah organ, dikendangi, dikecreki, dan digongi para nayaga topeng. Para penyanyinya anak-anak muda usia dengan mengenakan pakaian yang sensual.

Menyanyi sambil memanggil-manggil beberapa orang nama (pemangku hajat, pamong desa, dan lain-lainnya). Informasi nama-namanya didapat dari seseorang yang sengaja memberikan catatan nama-nama itu kepada penyanyi.

Seseorang yang dipanggil-panggil namanya biasanya akan memberi uang kepada penyanyi tersebut dengan cara yang bermacam-macam. Ada yang langsung diberikan begitu saja, dan ada pula yang meniru gaya jaban, yakni memberikan uang lembaran satu-persatu seperti dalam seni Bajidoran di daerah Subang atau Karawang.

Baca Juga: La Liga, Real Madrid Tampil Perkasa di Estadio Alfredo Di Stefano

Ketika lagu sudah dinyanyikan, sekelompok anak muda naik ke atas panggung, mereka bergoyang, joged ala orkes dangdut. Bergerak sekehendak hati menuruti irama tabuhan kendang. Di antara mereka ada yang menari bersama penyanyi, ada yang menari bersama temannya, dan ada yang menari sendri.

Tak jarang dari mereka yang matanya teler, setengah mabuk, dan dari mulutnya tercium bau minuman keras (alkohol). Jika di antara mereka ada yang tak kuasa mengendalikan emosinya kala berjoged, tersenggol temannya atau rebutan tempat berjoged, maka tak jarang terjadi suatu keributan, dan akibatnya adalah adu jotos. Mereka turun setelah nyanyian selesai, kembali ke tempat mereka berkumpul, biasanya agak jauh dari arena pentas topeng.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah