Seren Taun, Air Sumber Kehidupan

- 14 November 2020, 18:21 WIB
KAUM wanita membawa air dari tujuh mata air menggunakan buyung pada tradisi Ngabeungkat sebagai tradisi mengawali bercocok tanam padi.
KAUM wanita membawa air dari tujuh mata air menggunakan buyung pada tradisi Ngabeungkat sebagai tradisi mengawali bercocok tanam padi. /Nana Munajat Dahlan/

Seren Taun Guru Bumi dilaksanakan satu tahun sekali yakni setelah Panen Raya dan Ritual Seren Taun Kuwerabakti dilaksanakan sewindu (delapan tahun) sekali.

Konon Seren Tahun Guru Bumi adalah puncak acara dari kegiatan upacara masyarakat Tani sedangkan Seren Taun Kuwerabakti sebuah upacara besar yang melibatkan raja dan ellit kerajaan beserta rakyat,sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan dalam tata kelola di bidang Pertanian.

Baca Juga: Hati-hati, Android Lawas Sebelum Nougat 7.1 Terancam

Terdapat beberapa keterangan bahwa esensi dari upacara seren taun Kuwerabakti merupakan kebesaran hati raja dalam hal ini memberikan sebahagian hasil pertanian pada rakyat nya. Upacara Sérén dibeberapa daerah yang masih kuat tali parantinya seperti di Kasepuhan Adat Ciptagelar, Sirnaresmi, Girijaya (Kabupaten Sukabumi), Sindangbarang, Jasinga (Kabupaten Bogor).

Dalam Bahasa Sunda sérén berarti serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun artinya tahun. Jadi sérén taun bermakna serah terima tahun yang lalu ketahun yang akan datang sebagai penggantinya.

Dalam konteks masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, sérén taun sebagai ungkapan rasa syukur  terhadap Tuhan Yang Maha Esa, permohonan keselamatan agar terhindar dari malapetaka, penghormatan terhadap leluhur dan Nyi Pohaci dewi padi yang telah memberikan kesuburan tanah, seraya berharap hasil pertanian mereka  akan meningkat pada tahun yang akan datang.

Baca Juga: DPU Kota Bandung Tidak Ada Target Tanam Pohon

Seren Taun Warisan Tradisi Leluhur

Upacara Sérén Taun merupakan tradisi bihari yang masih dilaksanakan oleh masyarakat dan berfungsi sebagai pengatur sikap dan sistem nilai, sistem kepercayaan ini sudah barang tentu tidak terdapat dalam ajaran agama yang mereka anut.

Sebagaimana dinyatakan oleh  Suhamiharja A. Suhardi bahwa “Walaupun orang Sunda sebagian besar menganut agama Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari masih tampak unsur-unsur kepercayaan di luar Islam. Kehidupan beragama sering dipengaruhi oleh kepercayaan kepada kekuatan makhluk halus dan kekuatan magis.

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah