Seren Taun, Air Sumber Kehidupan

- 14 November 2020, 18:21 WIB
KAUM wanita membawa air dari tujuh mata air menggunakan buyung pada tradisi Ngabeungkat sebagai tradisi mengawali bercocok tanam padi.
KAUM wanita membawa air dari tujuh mata air menggunakan buyung pada tradisi Ngabeungkat sebagai tradisi mengawali bercocok tanam padi. /Nana Munajat Dahlan/

Upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup atau yang berhubungan dengan soal-soal mendirikan rumah, menempati rumah baru, menanam padi dan sebagainya, mengandung unsur-unsur yang bukan Islam.

Baca Juga: Positif Terjangkit Virus Corona, Mohamed Salah

Oleh karena itu sukarlah bagi kita  memisahkan agama dengan sistem kepercayaan, sebab baik agama maupun sistem kepercayaan yang masih dijalankan oleh sebagian orang Sunda berfungsi mengatur sikap dan sistem nilai, sehingga  mereka taat menjalankan agama, juga menjalankan upacara-upacara yang tidak dibenarkan oleh agama.

Dalam alam pikiran orang-orang Sunda terutama yang hidup di pedesaan,batas antara unsur agama dengan yang bukan agama sudah tidak disadari lagi. Unsur-unsur Islam dan unsur—unsur kepercayaan asli (adat-istiadat), tampaknya telah terintegrasikan menjadi satu dalam sistem kepercayaan dan ditanggapi oleh mereka dengan emosi yang sama. (  1984 : 282-283).

Orang Sunda sampai saat ini masih melaksanakan kegiatan-kegiatan ritual yang berhubungan dengan ’Upacara Kesuburan Tanah’ sebagai permohonan untuk mensejahterakan kehidupannya. Hal ini merupakan warisan budaya pahumaan yang dianut oleh leluhurnya.

Baca Juga: Analisa Hukum Mengenai Pencemaran Nama Baik

Seperti yang tercantum dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518 M), yaitu :  Ini pakeun urang ngretakeun bumi lamba, caang jalan, panjang tajur, paka pridana, linyih pipir, caang buruan. Anggeus ma imah kaeusi, leuit kaeusi, paranje kaeusi, huma kaomean, sadapan karaksa, palana ta hurip, sowe waras, nyewana sanra wong (sa)rat. Sangkilang di lamba, trena taru lata landung tahun, tumuwuh sarba pala wo(h)wohan, dadi na hujan, landung tahun, tumuwuh daek, maka hurip na urang reya.Inya eta sanghyang sasana kreta di lamba ngarana.

Terjemahannya: Ini (jalan) untuk kita menyejahterakan dunia kehidupan, bersih jalan, subur tanaman, cukup sandang, bersih halaman belakang, bersih halaman rumah. Bila berhasil rumah terisi, lumbung terisi, kandang ayam terisi, ladang terurus, sadapan terpelihara, lama hidup, selalu sehat, sumbernya terletak pada manusia sedunia. Seluruh penopang kehidupan; Rumput, pohon-pohonan, rambat, semak, hijau subur tumbuhnya segala macam buah-buahan, banyak hujan, pepohonan tinggi karena subur tumbuhnya, memberikan kehidupan kepada orang banyak. Ya itulah (sanghiyang) sarana kesejahteraan dalam kehidupan namanya.

(Mas Nana Munajat Dahlan/Pemerhati Seni Budaya Tradisional Jawa Barat)***

Halaman:

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah