Curahan Isi Hati Sang  Qayyimul Masjid Penerima Beasiswa KIP 

- 24 Juni 2023, 11:43 WIB
 Fariz Abdul Hammam (20) gagal terima Beasiswa KIP  memilih jadi qayyimul masjid daerahBanjaranyar, Kabupaten Ciamis.
Fariz Abdul Hammam (20) gagal terima Beasiswa KIP memilih jadi qayyimul masjid daerahBanjaranyar, Kabupaten Ciamis. /Portal Bandung Timur/Zia Fauzan Nurmuhamad /

PORTAL BANDUNG TIMUR - Ada satu peristiwa dalam dunia pendidikan di tanah air ini beberapa waktu lalu. Terungkap sejumlah calon mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia ternyata menerima beasiswa secara fiktif.

Kejadian ini telah mengejutkan masyarakat, terutama mereka yang selama ini berharap agar bantuan pendidikan dapat merata dan tepat sasaran. Tak pelak, calon mahasiswa dari berbagai daerah terpaksa kembali balik kanan ke daerah kampung halamannya masing-masing dengan perasaan kecewa.

Pengalaman tersebut diceritakan Fariz Abdul Hammam (20), calon mahasiswa asal Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Dirinya mengaku sedang berada dalam fase bingung mengenai masa depan pendidikannya.

Baca Juga: Apih Dedi, Ketulusan Hati Sang Juru Kunci Situs Keramat di Panenjoan

Dalam kondisi gudah gulana, Fariz Abdul Hammam, sekarang ini lebih memilih mengemban tugas mulia sebagai qayyimul masjid daerah Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis. Di masjid tersebut dirinya ditugasi untuk menjadi imam shalat, adzan tepat waktu, menjadi guru ngaji anak-anak, dan tinggal disana untuk menjaga masjid.

Fariz Abdul Hammam seorang pemuda cerdas dan bersemangat. Memiliki cita-cita untuk mengejar pendidikan tinggi menjadi salah satu harapan dari keluarganya.

Akan tetapi latar belakang keluarga yang juga terdampak Corona tahun lalu membuat perekonomian orang tua Fariz tidak menentu. Apalagi dengan berjualan warteg di pinggir jalan membuatnya ingin mengenyam bangku kuliah dengan jurusan ekonomi di universitas swasta di Bandung.

Baca Juga: Abah Ruslan, Memanfaatkan Kedekatan dengan Anak Muda Pasarkan Sepatu Buah Tangannya

Namun apa boleh buat, beasiswa yang membuatnya tertarik untuk berkuliah ternyata setelah ditelusuri hanyalah beasiswa palsu. “Tanggapan saya mengenai beasiswa fiktif yang banyak terjadi di kampus-kampus dan saya mengalami hal itu, poin penting yang harus menjadi perhatian adalah belum meratanya beasiswa KIP,” cerita Fariz. 

Beasiswa KIP yang ada menurut Fariz, sekarang belum bisa menjadi solusi bagi orang yang betul-betul menginginkan pendidikan namun terkendala oleh biaya. Beasiswa KIP hari ini hanya akan mudah di dapatkan bagi orang orang yang berada dalam lindungan partai  atau orang dalam bukan untuk orang yang sangat membutuhkan biaya untuk belajar di perguruan tinggi.

Menurutnya beasiswa KIP yang ada di pendidikan Indonesia mestinya melibatkan pemerintah guna memeratakan penerima beasiswa bagi yang kurang mampu. Karena dinilai masih menggunakan budaya lindungan partai, seluruh instansi yang terlibat harus sama-sama melakukan pengawasan yang sangat ketat dalam melaksanakan beasiswa khususnya dalam perguruan tinggi.

Baca Juga: Petik Pelajaran Hidup dari Cerita Petugas Pemulasara di Rumah Duka Dustira

Fariz sebagai salah satu korban penerima beasiswa palsu merasa kecewa kepada pihak pengelola, terlebih ketika pihak kampus memberikan janji manis yang kemudian tidak sesuai fakta. “Perasaan saya kecewa kepada pengelolaan beasiswa KIP dan pihak kampus yang telah memberikan janji manis yang tidak sesuai fakta dan yang lebih kecewa lagi ketika para mahasiswa yang mengajukan untuk mengundurkan diri tidak ada yang di acc, jadi data para mahasiswa masih aktif di kampus namun mahasiswa sendiri sudah keluar atau mengundurkan diri dari kampus tersebut” ungkapnya.

Fariz menceritakan bahwa pada awalnya, pihak pengelola beasiswa KIP memberikan harapan kepada para penerima bahwa mereka akan mendapatkan dukungan keuangan untuk menunjang pendidikan mereka. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, para mahasiswa mulai merasakan ketidaksesuaian antara janji yang diberikan dengan realitas yang ada.

Kisah ini menggambarkan betapa rapuhnya sistem pengelolaan beasiswa dan kekurangan transparansi yang berdampak buruk pada para mahasiswa yang seharusnya mendapatkan manfaat dari program tersebut. Beasiswa fiktif ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menciptakan ketidakpastian dan kekecewaan yang mempengaruhi motivasi belajar para mahasiswa.

Para mahasiswa penerima beasiswa palsu ini menuntut tanggung jawab yang jelas dari pihak pengelola beasiswa KIP dan pihak kampus. Mereka berharap agar masalah ini segera diselesaikan dan langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Kasus ini juga menjadi panggilan bagi semua pihak terkait untuk lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya transparansi dan integritas dalam sistem pendidikan. Diharapkan, dengan mengungkap dan menindak tegas kasus seperti ini, kita dapat memastikan bahwa bantuan pendidikan benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan dan memberikan kesempatan yang adil bagi para mahasiswa yang berprestasi.(Zia Fauzan Nurmuhamad)***

Editor: Heriyanto Retno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah